SEJAK saya belajar di jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah--bahkan--sampai ke perguruan tinggi sering sekali mendengar kata-kata tentang pondok pesantren yang menjadi bahan perbincangan yang hangat oleh anggota masyarakat.Â
Antara persepsi tentang pesantren dapat dilihat seperti di bawah ini:
- Orang pesantren hanya bisa mengaji saja
- Kalau kamu nakal nanti dimasukkan ke pondok
- Kalau masuk pesantren tidak bisa jadi pegawai negeri
- Orang pesantren hidup seperti katak di bawah tempurung tidak tahu perihal dunia luar
- Anak saya ini nakal, makanya saya mau masukkan ke pesantren saja biar berubah jadi baik
- Di pesantren bak katak dalam tempurung. Tidak tahu dunia luar, kawin dan peranak-pinak di situ
Zaman dulu, pondok pesantren dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Dan lebih tidak enak lagi ketika santri pesantren dikaitkan dengan pola hidup yang kotor, kudisan, lusuh, dan kumal. Cara pandang masyarakat terhadap pesantren masih memprihatinkan yakni tempat bersekolahnya anak yang nakal supaya berubah menjadi baik sesuai harapan masyarakat.
Namun sayang sekali kalau di zaman modern dengan sarana informasi yang lengkap, masyarakat masih berfikiran kolot dan bersikap tidak adil terhadap dunia pesantren yang telah mewarnai sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, meramaikan mozaik pendidikan bangsa serta mencetak negarawan yang berkiprah dari tingkat nasional hingga level internasional.
Masih saja orang tua memasukkan anaknya ke pesantren karena nakal atau terlibat penyimpangan sosial seperti narkoba atau bentuk kenakalan remaja lainnya. Apabila anaknya berperilaku konformis maka didorong untuk belajar di sekolah negeri yang favorit dan bergengsi.
Tulisan ini hanya ingin mengajak semua pihak melihat pesantren dari berbagai sisi secara seimbang dan objektif karena seluruh bangsa sudah mengakui model pesantren terbukti menjadi pola pendidikan terbaik yang mengamalkan 100% pendidikan agama dan 100% pendidikan umum tanpa sedikitpun dikotomi terhadap ilmu pengetahuan.***
Bukit Tunku: 03052017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H