Baru saja kemarin Donald Trump dilantik di Capitol, sebuah lokasi parlemen AS. Selanjutnya Donald Trump akan memimpin AS dari Gedung putih, tempat dimana ia akan kembali menjabat sebagai Presiden AS yang ke 48 dengan berbagai kebijakan konservatifnya.
Donald Trump kembali mencatatkan dirinya dalam sejarah di Amerika dan Dunia dengan dilantiknya dia sebagai Presiden Amerika Serikat untuk periode kedua pada 20 Januari 2025. Kemenangan ini mengembalikan Trump ke Gedung Putih setelah sempat absen selama satu periode pasca-kekalahannya dari Joe Biden pada 2020.Â
Sebelumnya, Trump menjabat sebagai Presiden AS pada periode 2017-2021, di mana ia dikenal dengan kebijakan yang kontroversial dan sering menjadi perbincangan hangat. Kini, dengan kembalinya dia ke tampuk kekuasaan, serangkaian kebijakan baru telah diumumkan. Seperti sebelumnya, kebijakan-kebijakan itu kembali menuai kritik sekaligus pujian dari berbagai pihak. Â
Kembalinya Trump ke Gedung Putih
Di periode pertamanya, Trump sering kali memusatkan perhatian pada isu-isu domestik, terutama yang berkaitan dengan ekonomi dan keamanan nasional. Dia membawa slogan populis "America First" yang menyerukan prioritas terhadap kepentingan nasional di atas kerja sama internasional. Di balik itu, masa kepemimpinan pertamanya juga sarat dengan kontroversi, mulai dari retorika yang dianggap tidak inklusif hingga kebijakan yang dinilai destruktif bagi sejumlah kelompok. Â
Kini, setelah kembali ke Gedung Putih, Trump tampaknya ingin melanjutkan arah kebijakan yang serupa. Dalam pidato pelantikannya, ia menegaskan komitmennya untuk "mengembalikan kejayaan Amerika" melalui serangkaian langkah tegas yang, menurutnya, bertujuan untuk melindungi rakyat Amerika dari ancaman dalam dan luar negeri. Â
Namun, langkah-langkah awalnya sebagai presiden di periode kedua ini langsung menuai banyak reaksi. Sejumlah perintah eksekutif yang ditandatanganinya di hari-hari awal kepemimpinan memunculkan berbagai kritik karena dianggap kontroversial, diskriminatif, dan berpotensi menimbulkan perpecahan. Â
Hukuman Mati untuk Kasus Federal dan Imigrasi.
Salah satu kebijakan paling kontroversial yang segera ditandatangani Trump adalah perintah eksekutif yang memperkuat penerapan hukuman mati di Amerika Serikat. Dalam kebijakan ini, Kementerian Kehakiman diarahkan untuk memperjuangkan hukuman mati dalam kasus federal yang dinilai memenuhi syarat, termasuk terhadap imigran ilegal yang terlibat dalam tindak kriminal. Â
Langkah ini mendapat banyak kritik dari kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia. Mereka menilai penerapan hukuman mati terhadap imigran ilegal sangat tidak manusiawi dan justru dapat memperburuk stigma terhadap komunitas imigran. Namun, Trump membela kebijakannya dengan menyatakan bahwa ini adalah langkah tegas untuk melindungi keamanan warga Amerika. Â