Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Sarjana Hubungan Internasional. Pembaca, Penulis dan Analis Sosial.

Tertarik pada isu politik, hukum, filsafat dan dinamika global. Sesekali mengulas kultur populer dan review film.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi Triwulan terakhir di 2024 dan Sekelumit Permasalahan yang Belum Usai

28 Oktober 2024   17:30 Diperbarui: 28 Oktober 2024   17:43 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Refleksi atas waktu dalam mengakhiri tahun 2024. sumber gambar: Netral News

Sesaat lagi bulan November menjelang, pertanda kalau tahun 2024 terhitung hari. Hampir genap semua permasalahan di 2024 kita alami degan nafas lega, seakan permaslaahan itu tidak akan kembali menghampiri. Namun, menutup buku yang jadi laporan akhir tahun sebagaimana pemerintahan darah tutup buku anggaran dengan laporan, dalam tulisan ini saya akan menceritakan beberapa permaslaahan orang-orang di Indonesia dan dunia yang belum tuntas.

2024 adala tahun yang penuh kejutan, setelah berakhirnya pandemi Covid-19 dengan dinyatakan sebagai endemi pada tahun 2022 lalu. Perlahan tapi pasti tingkat ekonomi melesat maju dengam segala perubahan sosial yang diadopsi oleh masyarakatnya. Adopsi teknologi bukan lagi jadi barang yang dihindari oleh sebagian besar masyarakat di muka bumi, bahkan generasi yang lebih tua saat ini bertahan dengan memanfaatkan teknologi dengan cara yang maksimal, walau kita tahu kemampuan mereka untuk beradaptasi sangatlah tersaingi degan generasi Z Ataupun Alpha yang telah lahir dan tumbuh besar dengan disajikan berbagau fitur teknologi dan jaringan internet.

Di periode ini, perubahan strata ekonomi yang begitu nyata menimpa masyarakat di seluruh dunia. Dalam beberapa dekade terakhir, kesenjangan ekonomi semakin melebar; kekayaan yang terpusat pada segelintir orang membuat distribusi kekayaan semakin tak seimbang. Di sisi lain, kelas menengah yang dulu menjadi tulang punggung perekonomian kini terancam mengecil, sementara kelas ekonomi kaya terus melambung pesat. Fenomena ini membawa dampak besar pada masyarakat, yang memengaruhi pola pikir, gaya hidup, hingga relasi antargenerasi.

Saya akan berusaha mengupas secara mendalam perubahan yang terjadi pada berbagai aspek sosial dan ekonomi di era ini, dengan menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana cara hidup kita berubah, bagaimana harapan kita terhadap masa depan bergeser, dan bagaimana ketimpangan sosial yang makin dalam mengubah wajah dunia kita.

Kekayaan Gagal Terdistribusi dengan Baik.

Salah satu masalah terbesar yang muncul dari ketimpangan ekonomi adalah distribusi kekayaan yang tidak merata. Di banyak negara, sebagian besar kekayaan kini dimiliki oleh kelompok kecil di puncak piramida ekonomi. Situasi ini memperburuk jurang antara si kaya dan si miskin. Bagi yang berada di lapisan ekonomi atas, kehidupan mungkin tampak penuh dengan kemewahan, stabilitas, dan akses yang mudah terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan peluang karir. Namun, bagi sebagian besar masyarakat lainnya, realitas sehari-hari jauh dari itu.

Kelas menengah, yang dulu dianggap sebagai lapisan penyangga bagi stabilitas ekonomi, semakin tertekan. Dengan harga kebutuhan pokok yang terus naik, biaya pendidikan yang kian mahal, serta ketidakpastian dalam pekerjaan, banyak orang di kelas menengah yang kini kesulitan untuk mempertahankan gaya hidup yang mereka harapkan. Tidak sedikit yang akhirnya terpaksa turun ke strata ekonomi yang lebih rendah. Ini adalah perubahan besar yang tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memengaruhi dinamika sosial, ekonomi, dan bahkan politik di masyarakat.

Generasi yang Berbeda, Harapan yang Berbeda

Perubahan strata ekonomi ini bukan hanya berdampak pada kesejahteraan finansial, tetapi juga memengaruhi pandangan generasi muda terhadap masa depan. Generasi yang lebih tua, yang hidup di masa di mana perekonomian relatif stabil, sering kali sulit memahami tantangan yang dihadapi oleh generasi muda saat ini. Mereka mungkin menganggap generasi muda kurang berjuang atau kurang memiliki komitmen terhadap pekerjaan. Namun, faktanya, tantangan yang dihadapi generasi muda jauh berbeda.

Mereka tumbuh dalam lingkungan yang lebih kompetitif, dengan tekanan untuk sukses yang lebih besar, tetapi dengan peluang yang lebih sedikit. Kesempatan untuk memiliki rumah, mendapatkan pekerjaan yang stabil, atau membangun keluarga seperti yang dilakukan generasi sebelumnya terasa semakin sulit. Kondisi ini menyebabkan banyak generasi muda merasa terjebak dalam siklus hidup yang tak terjangkau, membuat mereka enggan untuk mengikuti pola hidup yang sama seperti generasi sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun