Di tengah suasana politik yang semakin dinamis menjelang pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 20 Oktober 2024 nanti, publik dibuat terperangah oleh bocoran dokumen terkait komposisi kementerian yang akan menjadi bagian dari kabinet mendatang. Sebuah dokumen beredar yang berisi daftar lengkap kementerian dalam kabinet Prabowo-Gibran, yang dikaitkan dengan rencana pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR RI Periode 2024-2029. Dokumen ini menyebutkan bahwa jumlah komisi di DPR bertambah dari 11 menjadi 13 komisi, seiring dengan pemecahan beberapa kementerian yang diproyeksikan menjadi lebih spesifik.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Prabowo Subianto yang menyebutkan rencananya untuk membentuk "kabinet gemuk" dalam rangka menciptakan pemerintahan persatuan nasional yang kuat. Dalam pernyataannya pada acara BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta Convention Center, pada 8 Oktober 2024 lalu. Pada kesempatan itu, Prabowo menekankan bahwa jumlah kementerian yang besar merupakan konsekuensi dari kebutuhan untuk mengakomodasi beragam pihak dalam pemerintahan, mengingat besarnya koalisi yang terbentuk. "Karena saya ingin membentuk pemerintahan persatuan nasional yang kuat, terpaksa koalisinya besar, nanti akan dibilang 'woah, kabinet Prabowo kabinet gemuk, banyak'. Ya, negara kita besar, Bung!" ujarnya
Tidak hanya itu, penambahan jumlah komisi di DPR, dari 11 menjadi 13, berkaitan erat dengan pemecahan nomenklatur beberapa kementerian. Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, membenarkan hal ini. Dalam keterangannya pada Kamis kemarin, Adies menyebutkan bahwa komposisi komisi tersebut masih digodok dan baru akan diumumkan secara resmi pada Senin. "Insyaallah diumumkan Senin. Komposisi masih digodok," ujar Adies saat dihubungi oleh sejumlah awak media.
Penambahan komisi ini menjadi refleksi dari perubahan signifikan dalam struktur kementerian yang dirancang untuk periode pemerintahan baru. Beberapa kementerian yang selama ini dianggap memegang tanggung jawab terlalu luas akan dipecah menjadi beberapa entitas baru, yang diharapkan mampu bekerja lebih fokus dan efektif. Dalam konteks ini, wacana tentang efisiensi dan reformasi birokrasi menjadi topik penting, meskipun pada saat yang sama, pembentukan kabinet yang besar juga mengundang pertanyaan terkait dengan besarnya beban birokrasi yang harus ditangani pemerintah ke depan.
Dengan bertambahnya komisi di DPR, ada indikasi bahwa kementerian-kementerian yang dipecah tersebut juga akan mendapat perhatian lebih besar dari parlemen. DPR, sebagai lembaga legislatif, memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja eksekutif, terutama terkait dengan implementasi kebijakan yang diusung oleh kementerian. Bertambahnya komisi berarti bertambah pula mitra kerja yang harus diawasi oleh DPR, yang juga berarti tanggung jawab yang lebih besar dalam memastikan kebijakan pemerintah berjalan sesuai dengan harapan rakyat.
Pembentukan kabinet oleh Prabowo Subianto yang disebut-sebut sebagai "kabinet gemuk" tak lepas dari upaya untuk mengakomodasi berbagai kekuatan politik yang ada di Indonesia. Koalisi besar yang dibangun oleh Prabowo mencakup partai-partai politik dari spektrum yang beragam, mulai dari partai nasionalis hingga partai berhaluan religius. Kondisi ini memaksa Prabowo untuk merancang kabinet yang tidak hanya fokus pada efisiensi pemerintahan, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek representasi politik.
Dengan begitu banyak pihak yang harus dilibatkan dalam kabinet, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana Prabowo dan timnya akan menjaga keseimbangan antara kebutuhan politik dan kebutuhan administratif. Dalam skenario pemerintahan koalisi, kompromi politik sering kali menjadi elemen penting dalam penyusunan kabinet. Prabowo tampaknya menyadari bahwa untuk mempertahankan stabilitas politik, dia harus memberikan ruang yang cukup bagi setiap elemen koalisi untuk berkontribusi dalam pemerintahan.
Namun, "kabinet gemuk" juga menghadirkan tantangan tersendiri. Banyaknya kementerian dan pejabat yang harus dikelola bisa berarti meningkatnya beban birokrasi, yang berpotensi memperlambat proses pengambilan keputusan. Di sisi lain, Prabowo harus memastikan bahwa setiap kementerian bekerja secara optimal dan tidak hanya menjadi alat untuk memenuhi kepentingan politik tertentu. Efisiensi dan efektivitas menjadi kata kunci yang akan diuji dalam pemerintahan mendatang.
Dalam berbagai kesempatan, Prabowo menekankan pentingnya membentuk pemerintahan yang kuat, yang mampu menghadapi tantangan global maupun domestik. Kabinet yang besar, menurut Prabowo, adalah refleksi dari besarnya tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia sebagai negara besar dengan populasi yang terus berkembang dan ekonomi yang semakin kompleks.
Beberapa kementerian yang disebut-sebut akan dipecah atau digabung kembali, mencerminkan kebutuhan untuk menangani isu-isu spesifik dengan lebih serius. Misalnya, dalam konteks ekonomi, ada pembicaraan tentang kemungkinan pemecahan kementerian terkait dengan perdagangan, industri, dan investasi, agar setiap sektor bisa lebih fokus dalam menjalankan fungsinya. Begitu juga dengan kementerian yang berhubungan dengan sosial dan pendidikan, yang selama ini memegang tanggung jawab luas, mungkin akan dipecah menjadi kementerian-kementerian baru yang lebih terfokus.
Penambahan komisi di DPR RI juga menjadi bagian penting dari rencana ini. Setiap kementerian baru, atau kementerian yang dipecah, membutuhkan mitra kerja di DPR untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Komisi-komisi ini akan berfungsi sebagai alat pengawasan yang krusial dalam menjaga akuntabilitas pemerintahan, terutama di bawah sistem pemerintahan koalisi yang besar.
Meski Prabowo menyatakan kabinetnya akan lebih besar, isu terkait reformasi birokrasi tetap menjadi perhatian. Banyak pihak yang berharap agar pemerintahan Prabowo-Gibran bisa menghadirkan pemerintahan yang lebih efisien dan responsif. Salah satu kritik utama yang sering disampaikan oleh publik adalah lambatnya proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pemerintah yang dianggap tidak efektif.
Dengan kabinet yang lebih besar, Prabowo harus bisa menunjukkan bahwa penambahan jumlah kementerian bukanlah sekadar upaya untuk mengakomodasi kepentingan politik, tetapi juga untuk memperkuat tata kelola pemerintahan. Tantangan reformasi birokrasi akan sangat besar, terutama dalam memastikan bahwa setiap kementerian baru atau yang telah dipecah mampu bekerja lebih baik daripada sebelumnya.
Dalam beberapa dekade terakhir, isu reformasi birokrasi sering kali menjadi janji kampanye yang sulit diwujudkan oleh para pemimpin politik di Indonesia. Harapan baru selalu muncul setiap kali ada pergantian kepemimpinan, tetapi kenyataannya, reformasi birokrasi sering kali terhambat oleh kepentingan politik dan ekonomi yang lebih besar. Prabowo, dengan latar belakang militer dan ketegasannya, diharapkan bisa memimpin perubahan yang lebih nyata di bidang ini.
Publik kini menunggu dengan antusias bagaimana komposisi lengkap kabinet Prabowo-Gibran akan terbentuk. Dengan koalisi besar yang terbentuk, pertanyaan mengenai siapa saja yang akan mengisi posisi-posisi kunci dalam pemerintahan menjadi salah satu topik pembicaraan utama. Apakah tokoh-tokoh lama dari pemerintahan Jokowi akan tetap bertahan, ataukah Prabowo akan membawa masuk nama-nama baru dengan visi yang berbeda?
Selain itu, perhatian juga tertuju pada bagaimana Prabowo akan mengatasi tantangan politik yang muncul dari dalam koalisinya sendiri. Dengan begitu banyak pihak yang terlibat, menjaga kesatuan dan kerja sama di dalam kabinet akan menjadi tugas yang tidak mudah. Namun, jika Prabowo berhasil membentuk kabinet yang solid dan efisien, hal ini bisa menjadi modal besar bagi pemerintahannya dalam menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang.
Dengan latar belakang pemerintahan Indonesia yang semakin kompleks, kabinet Prabowo-Gibran diharapkan bisa menjawab tantangan-tantangan yang ada dengan solusi-solusi yang lebih inovatif dan efektif. Meskipun ukuran kabinet mungkin lebih besar, harapannya adalah bahwa pemerintahan ini mampu membawa perubahan yang positif bagi Indonesia, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik.
Mempersiapkan kabinet Prabowo-Gibran akan menjadi cerminan dari visi besar Prabowo untuk Indonesia. Sebagai negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia membutuhkan pemerintahan yang mampu bekerja secara cepat, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat. Kabinet gemuk yang direncanakan oleh Prabowo harus bisa membuktikan bahwa ukuran bukanlah segalanya---yang lebih penting adalah kemampuan setiap kementerian untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, yaitu kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H