Delapan hari sebelum berpulang ke Ilahi pada Kamis, 5 September 2024, Faisal Basri, seorang ekonom senior yang tak kenal lelah, masih bergulat dengan pikiran dan pandangannya tentang kondisi ekonomi Indonesia. Dalam podcast terakhirnya yang diunggah oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal, dengan ciri khas topi pet (flatcap) dan penampilan kasualnya, menyampaikan kritik pedas terhadap kondisi perekonomian yang dinilainya tidak baik-baik saja.
Faisal, seorang pemikir yang sederhana dalam penampilannya yang berkemeja biru muda dengan lengan digulung, bercelana khaki, bersepatu sandal, dan ransel di punggung mewakili sosok ekonom yang merakyat. Ia tidak pernah mau disebut sebagai pakar; baginya, gelar itu tidak lebih dari sekadar pengakuan yang tidak bisa menandingi pengalaman dan pengamatannya terhadap realitas sosial ekonomi. "Ekonom senior, ekonom tua," ujarnya dalam siniar itu, dengan nada penuh candaan namun mengena.
Bagi saya, Podcast tersebut menjadi lebih dari sekadar diskusi; itu adalah representasi harapan dan kekecewaan Faisal terhadap keadaan perekonomian yang dikelola oleh pejabat negara. Di tengah kritiknya, Faisal juga menyampaikan pesan penuh harapan kepada generasi muda Indonesia, mendorong mereka untuk bersuara lebih lantang mengenai nasib bangsa ini. "Kalian yang muda-muda ini hidup kalian masih panjang. Kalian yang paling berkepentingan untuk bersuara, semakin lantang dan tidak hanya menjadi komoditas politik," ujarnya, menunjukkan keyakinan bahwa masa depan bangsa terletak di tangan mereka.
Pak Faisal mengingatkan bahwa para pejabat korup hanya bisa bertahan hidup karena adanya apatisme dari masyarakat, terutama generasi muda. Dia percaya bahwa generasi muda memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan, dengan media sosial sebagai alat untuk memobilisasi gerakan sosial. "BTS Army itu keren buat saya; dia bisa mengajak anak muda untuk menggerakan isu climate change dan hate speech lewat budaya," ungkap Faisal, memberikan contoh nyata tentang bagaimana komunitas dapat mempengaruhi isu sosial.
Sepanjang diskusi yang berlangsung hangat itu, Faisal menekankan pentingnya keadilan dalam sistem pajak. Ia mengkritik rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat kecil. "Tugas negara itu hadir bukan untuk membela yang kaya, bukan untuk memberikan berbagai fasilitas kepada yang kaya," tegasnya, menunjukkan prinsip dasar bahwa sistem pajak seharusnya digunakan untuk mendistribusikan kekayaan, bukan memperkaya yang sudah kaya.
Dalam pandangannya, Faisal berusaha menegaskan bahwa demokrasi harus menjadi lentera bagi keadilan, dan dalam hal ini, dia berfungsi sebagai suara bagi mereka yang tidak didengar. "Di tangan Faisal Basri, demokrasi menemukan suaranya yang lantang dan ketidakadilan menemukan musuh yang tak kenal gentar." Ucapannya tentang pajak dan kebijakan ekonomi lainnya menjadi salah satu bukti nyata bagaimana ia berjuang untuk keadilan.
Faisal juga mengingatkan presiden terpilih Prabowo Subianto agar tidak serta merta melanjutkan program-program yang telah ada sebelumnya, khususnya yang dijalankan oleh Presiden Joko Widodo. Dia menekankan bahwa banyak kebijakan yang perlu dievaluasi demi kepentingan perekonomian jangka panjang. Faisal mengingatkan bahwa jika Prabowo ingin membawa Indonesia pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, dia harus mengurangi skor Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan memperkuat pemberantasan korupsi.
"Kalau mau 7% masih bisa," serunya, meyakinkan bahwa pertumbuhan yang tinggi bukanlah mimpi yang tak terjangkau asalkan ada keberanian untuk mereformasi kebijakan yang tidak efektif. Faisal juga mengkritik model pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara sembarangan dan berpotensi membebani Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia mengingatkan, "Kalau Pak Prabowo bilang mau lanjutkan program Jokowi, Insyaallah 2029 kita akan krisis."
Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, Faisal adalah sosok yang terbilang unik di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tidak banyak ekonom yang berani mengambil sikap tegas dan kritis seperti dirinya. Ketika banyak akademisi terjebak dalam paradigma konvensional, Faisal melawan arus, menghadirkan pemikiran-pemikiran yang berani dan inovatif. Ia menjadi teladan bagi banyak generasi penerus, menginspirasi mereka untuk terus menggali dan mempertanyakan status quo.
Faisal Basri adalah simbol dari pemikir yang tidak hanya memiliki intelektualitas tinggi, tetapi juga kepedulian yang mendalam terhadap nasib rakyat. Keberaniannya untuk berbicara, bahkan di saat situasi sulit, membuatnya menjadi salah satu suara terpenting dalam wacana ekonomi dan politik Indonesia. Dia mengajarkan kita bahwa, dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan tantangan, tetap ada harapan yang bisa kita genggam jika kita bersedia berjuang dan bersuara.