HOS Tjokroaminoto adalah seorang pimpinan Serikat Dagang Islam (SDI), sebuah organisai para pedagang islam yang mengorganisir kelompok pedagang pribumi yang secara berhadapan bersaing dengan para pedagang yang berasal dari Cina dan India.Â
Organisasi ini beberapa kali merubah bentuknya, diawai dengan Serikat Dagang, yang kemudian berganti nama menjadi serikat dagang Islam, yang pada kemudian hari berevolusi jadi sebuah kelompok perjuangan dibawah kendali dari HOS Tjokroaminoto.
Kondisi perdagangan di di Hindia Belanda di masa itu mengizinkan para pedagang lintas negara seperti Cina, India ataupun Eropa diizinkan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda untuk masuk ke daratan nusantara dan secara berhadapan bersaing menjadi competitor dari bisnis yang dilakukan oleh kalangan pribumi. Hasilnya, kelompok serikat dagang dibentuk sebagai paguyuban dari pedagang pribumi yang resah dengan kompetisi dagang yang terjadi.
Walaupun bukan seorang pengusaha besar, wawasan dan keterampilan bersosial yang ia miliki membuatnya memiliki andil dan pengaruh besar dalam situasi yang terjadi dalam tubuh SDI, kelihaian yang ia miliki mampu membuatnya didapuk sebagai pemimpin dari organisasi ini, yang secara konstan dianggap sebagai partai politik pertama di Indonesia.
HOS Tjokroaminoto atau yang merupakan singkatan dari kepanjangan nama yang ia miliki, yakni Haji Oemar Said Tjokroaminoto juga dikenal sebagai jurnalis dan kalangan intelektual, lewat bukunya yang berjudul Islam dan Sosialisme, ia menyalurkan aspirasi politik islam yang dikawinkan dengan perjuangan kaum sosialis yang cukup revolusioner.
Lewat wawasan intelektual yang ia miliki dan keterempilan politik yang ia jalankan, ia berhasil mengubah organisasi tersebut menjadi sebuah  sebuah  kelompok perjuangan memperoleh asprasi dan ujung tombak perjuangan masyrakat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan yang utuh dari Pihak Belanda.  kelompok perjuangan untuk memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda.
Secara komplementer gagasannya disalurkan dalam bilik-bilik kosan yang ia sewakan kepada para pelajar yang berasal dari berbagai kota. Diantaranya adalah Soekarno, Kartosoewirjo, Musso dan Tan Malaka. Dari semua keterampilan yang ia miliki, ia melahirkan para suksesor perjuangan untuk kemerdekaan bangsa ini.
 "Kalau kamu ingin jadi pemimpin besar, maka menulislah seperti wartawan dan bicaralah sepeerti orator" adalah salah satu ungkapan dar cokroamnoto kepada para muridnya. Terbukti dengan hampir semua dari muridnya merupakan pejuang politik yang sangat ideologis dengan pandangan politiknya masing-masing di kemudian hari.
Soekarno dengan rangkaian 3 jilid bukunya yang berjudul 'Dibawah BenderaRevolusi,, Tan Malaka dengan bukunya yang berjudul 'Madilog', 'Aksi Masa' dan 'Gerpolek', ataupun Kartosoewirjo yang bukunya yang berjudul 'Nasib Rakyat di Tanah Jajahan'.
Kutipan Cokroaminoto tersebut cukup menginspirasi bagi saya. Memang di masa remaja kita mulai melihat berbagai figure pemimpin sebagai seorang yang mengagumkan, bukan hanya ketegasan ataupun keberanian yang bisa mereka lakukan, tapi kebijaksanaan yang menghasilkan persetujuan dari berbagai pihakpun jadi satu hal yang membuat kita kagum dengan sosok pemimpin.
Bagaimanapun, sosok Cokroaminoto masih bisa kita kenang dengan jelas walau tanpa adanya tulisan biografi yang memuat kisah hidupnya. Kalau diantara pembaca tertarik untuk secara dalam menyelami kisah hidup dari Cokroaminoto, sudah ada banyak yang memuat kisah hidupnya, salah satunya buku 'Biografi Tjoktoaminoto' cetakan Gramedia.