Perang telah lama berakhir, lembaga (yang dianggap) pemerintahan dunia seperti PBB telah berkembang dengan begitu mapan. Banyak kebijakan yang terjadi dan menghasilkan apa yang orang bilang dengan tataran dunia baru. Lewat visi ideal dan narrator yang terdiri dari kaum intelektual yang bermoral, narasi tentang pengutan lembaga ini menjadi sebuah wadah yang mengakumulasikan kepentingan orang-orang pentng di negara berkuasa menjadi terlihat semakin nyata.
Sebagai sebuah organisasi politik yang berisikan manusia sangatlah rentan untuk dimanfaatkan oleh sekelompok orang berkepentingan. Sebagaimana perang Irak di tahun 2004 dalam rangkaian tema Global war on Terror (GWOT) yang mengatasnamakan Crusade War, sebagai perang pembebasan dari masyarakat di bawah kediktatoran Saddam Hussain, tidak lain memiliki motif ganda, pertama menghilangkan dominasi Irak  yang menjadi pemimpin wilayah di timur tengah dan mengganggu legitimasi politik AS di Timur Tengah. Kedua, melakukan eksplorasi minyak di lumbung penghasil 11% minyak di OPEC dan salah satu sumber tambang pengasil minyak terbesar di dunia, telah mengorbankan lebih dari dua ratus ribu korban jiwa.
Perang ini diakhiri oleh Ratusan ribu korban jiwa, kerugian materil dan kehancuran struktur social dari masyarakatnya yang kehilangan figure pemimpin dan fluktuasi harga pasar yang menjadi tidak stabil karna penjajahan. Pernyataan apologi dari mantan Menteri Luar Negeri AS di era Invasi Irak, Collin Powell di depan kongres Amerika Serikat, yang mengakui kalau perang Irak di tahun 2004 tidak lain bermotif untuk eksploitasi minyak bumi bagi beberpaa perusahaan minyak swasta, yang salah satunya (Halliburton) dimilki oleh Wakil Presiden yang saat itu menjabat, Dick Cheney.
Keduanya tujuan awal terbayar dengan penguasaan Pemerintahan AS pada tanah dan lumbung-lumbung minyak di Irak, tapi juga kematian ribuan tentara AS yang dikirimkan untuk memlakukan misi negara ini, sebuah misi yang dipromosikan sebagai perjuangan untuk kemerdekaan Masyarakat Iraq, dan nasionalisme semu. Kematian mereka hanyalah bertujuan untuk kepentingan politik dari manusia-manusia reptil dan perusahaan minyak swasta.
Dalam ilmu genetika, meyakini kalau sifat bertahan manusia yang berasal dari puluhan ribu tahun yang lalu telah mempengaruhi mekanisme bertahan manusia, bahkan sampai ke era modern. Sifat primitive ini ikut mempengaruhi tentang bagaimana cara seorang manusia melanjutkan hidupnya dalam rangkaian kehidupan modern, perwujudan dari kanbalisme dari manusia-manusia berjas yang melegalkan kekerasan, manipulasi dan pebunuhan.
Sejarah umat manusia adalah sejarah dialektika yang kebanyakan diisi oleh peperangan dan permusuhan. Perang antar kelompok dari masa tribalisme, dilanjutkan dengan perang antar kerajaan, dan belum berakhir pasca era Westphalian, yang mana menjadi era baru Kontekstualisasi negara Republik yang berdasarkan kemufakatan dari warga negara.
Kelicikan dan kecurangan memang menjadi salah satu dari senjata untuk memperebutkan kekuasaan, dan memberikan ruang yang hangat di dalam gedung parlemen dengan berbagai fasiltas yang selalu diperbaharui setiap tahunnya dengan pengadaan yang bersifat tender (memungkinkan kecurangan dan manipulasi anggaraan negara), kanibalisme dalam politik adalah proses yang ditakuti oleh sebagian orang dapat dianggap sebagai permainan oleh sebagian manusia lainnya.
Ini hanyalah satu dari banyaknya penjelasan yang mendefnisikan sifat alami manusia yang rakus dan serakah, rela mengorbankan kehidupan banyak orang dan dengan tertata melakukan manipulasi pada banyak orang dan lembaga pemerintahan (yang diisi oleh ratusan kaum intelektual). Kepentingan pribadi dapat berkedok kalimat 'kepentingan bersama', bergantung pada berapa modal awal yang berani oleh orang itu pertaruhkan dalam sebuah arena pertarungan keserakahan manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H