(18/01/2020) Setengah empat pagi terbangun dengan perbedaan waktu satu jam yang lebih cepat di bandingkan jam Kota Bandung, terdengarlah suara dentuman mesin perahu yang awalnya entah tak tahu itu perahu apa namanya mulai terdengar menyaring.Â
Dalam suasana yang gelap gulita, kami sampai di tepian sungai yang panjangnya entah selebar apa dan akan berjalan-jalan di sana dengan perahu menelusuri sepanjang aliran sungai Martapura menuju ke destinasi kami di hari kedua yang pertama yakni "Pasar Terapung Sungai Lok-baintan"
Menahan  kegugupan karena awalnya memberanikan diri untuk duduk di atap kapal klothok hingga menanggung kepedean karena menggunakan pelampung ternyata semua terbayarkan sudah.Â
Lama-kelamaan di tengah udara pagi yang bagiku sudah terasa hangat malah menjadikan diri lebih berani untuk duduk di atas klothok nyaris tanpa pengaman apapun. Dua jam diperjalanan, sesekali penuh canda dan cerita tentunya ditambah dengan kebiasaan generasi millenials.. Yup.. berswafoto dan mengunggahnya di Instastory selama dua puluh empat jam kedepan agar seluruh dunia tahu kalau ku sedang disini. Hehehe
Terik matahari semakin menunjukkan jalannya, sepanjang perjalanan yang dilihat hanyalah arus-arus sungai. Tak seperti sungai di Jawa tetapi di sini sungainya besar, lebar, dan yang paling menarik adalah lingkungan masyarakat sekitar pesisir sungai, ada yang mandi, berenang dan sudah ramai dengan aktivitas masyarakat.
Kearifan lokal, menjaga nilai-nilai genius masyarakat yang ada di dalamnya, yang membuat konon katanya Pasar Terapung Lokbaintan ini adalah salah satu pasar terapung otentik yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan.Â
Perahu Klothok menurunkan laju kecepatannya pertanda sudah sampai di tujuan, takjub rasanya melihat para pedagang yang sangat berani untuk berdagang dengan sampan menjajakan hasil bumi khas daerah kepada para pembeli dan ditambah dengan ciri khas kebudayaan Banjarnya yang sangat indah.
Buah-buahan, sayuran, dan makanan tradisional khas masyarakat setempat adalah beberapa  komoditas yang dijual di Pasar Terapung Lokbaintan, terlihat harganya murah-murah untuk kami yang memang baru pertama kali datang kesana. Memberanikan diri untuk membeli buah Kasturi yang katanya adalah buah khas Kalimantan Selatan dengan harga lima belas ribu untuk satu kilogram cukup enak ternyata, rasanya manis.Â
Lalu selanjutnya penulis memberanikan diri untuk mewawancarai salah satu pedagang di Pasar Terapung yang sedang berjualan yakni Acil Riani. Ohiya, pemandu wisataku berkata kalau pedagang di pasar terapung dikenal dengan istilah Acil yang artinya "bibi" (Terimakasih Mbak Eka atas koreksinya -rev) dalam Bahasa Banjar.