Mohon tunggu...
Thoriq AbdhiRamadhan
Thoriq AbdhiRamadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Saya baru memahami bahwa dengan menulis dapat menghilangkan keresahan yang selama ini ada pada diri.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presidensi ASEAN dalam Pusara Konflik Myanmar

12 Mei 2023   20:03 Diperbarui: 12 Mei 2023   20:05 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua tahun setelah kudeta Myanmar, junta militer masih kokoh mengendalikan negara tersebut. Ribuan telah kehilangan nyawa demi memperjuangkan demokrasi. Lalu dimana negara tetangga saat rakyat Myanmar sangat membutuhkan belas kasihan?

Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini diharapkan bisa membuktikan kemampuannya. Krisis kemanusiaan yang berkepanjangan telah mempengaruhi dinamika kawasan. Citra ASEAN sebagai wilayah yang dapat menghadirkan kenyamanan tidak boleh hilang oleh karena sebuah kerikil kecil. Begitu juga dengan stabilitas ekonomi yang harus tetap dijaga.

Bertepatan bahwa tahun ini ASEAN harus menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Australia dan Selandia Baru. Perjanjian AANZFTA (ASEAN, Australia, New Zealand Free Trade Area) yang harus ditanda tangani pada bulan Agustus 2023 nanti itu terganjal oleh isu kemanusiaan yang ada di Myanmar. Karena ada sikap penolakan dari dua negara belahan selatan tersebut jika Myanmar ikut menandatangani perjanjian baru tersebut.

Indonesia sejauh ini terus berupaya untuk menjembatani perbedaan-perbedaan pandangan dan posisi yang terjadi di Myanmar. Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi pernah mencari dukungan kepada Brunei, Malaysia, dan Thailand dalam upaya untuk mencapai transisi demokrasi inklusif di Myanmar. Indonesia juga mengajak anggota ASEAN yang lain untuk meyakinkan junta militer Myanmar agar memenuhi janjinya dalam menyelenggarakan pemilu yang adil.

Dalam siaran pers No.53/SP/TKP-ASEAN2023/04/2023 Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, "kita membuka enggagement (komunikasi dua arah) sebagai ketua (ASEAN) seluas mungkin agar kita dengarkan pandangan mereka dan mencoba menjembatani perbedaan-perbedaan posisi."

Persoalan yang terjadi di Myanmar boleh diakui tidak mudah. Konflik yang terjadi bukan lagi mengenai perbedaan pandangan terkait kudeta, tapi sudah menjerumus pada pertikaian memperebutkan kekuasaan. Indonesia tidak hanya menjalin komunikasi intens dengan junta, tetapi juga termasuk dengan Etnic Armed Groups dan beberapa partai disana guna mencari solusi terbaik.

Dalam KTT ASEAN tahun ini terdapat sesi yang membahas berbagai persoalan. Sesi tersebut dibagi menjadi dua, yaitu sesi pleno dan sesi retreat. Dalam sesi pleno akan membahas peran ASEAN dan dinamika global yang terjadi. Persoalan Myanmar dibahas pada sesi retreat mengenai implementasi lima konsesus perihal konflik Myanmar. Konsesus tersebut sebelumnya telah dibahas, turut hadir juga pemimpin junta militer Myanmar, yakni Min Aung Hlaing.

Dalam konsesus tersebut diserukan penghentian kekerasan segera mungkin, membuka dialog dengan semua pemangku kepentingan, pembentukan utusan khusus yang memfasilitasi dialog dan mediasi, bantuan kemanusian kepada rakyat Myanmar, serta pengiriman utusan khusus ASEAN.

Indonesia sebagai Ketua ASEAN akan memfasilitasi proses dialog dan juga mediasi dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. Ini dapat menjadi modal kesempatan bagi Indonesia, menunjukkan pengaruhnya sebagai presidensi. Pengalaman turut serta menyelesaikan persoalan Kamboja menjadi pelajaran berhaga bagi Indonesia untuk menunjukkan tajinya sebagai pemain global.

Namun, perlu diingatkan bahwa persoalan Myanmar harus dilakukan dengan hati-hati. Karena menurut Suryopratomo, Duta Besar Indonesia untuk Singapura bahwa junta militer sangat peka terhadap persoalan-persoalan yang mempermalukan mereka. Indonesia juga harus mengantisipasi pemain global lain yang turut serta dalam mencampuri konflik Myanmar. Karena bukan tidak mungkin Myanmar dapat menjadi medan perang seperti Ukraina di Eropa, atau Sudan di Afrika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun