Program Studi S1 Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Kristen Indonesia, kembali menggelar seminar seputar kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo. , dengan mengangkat tema "Gaya Komunikasi Jokowi : Membangun Budaya Dialogis Dalam Masyarakat Pluralis".Â
Seminar yang digelar di Grha William Soeryadjaya Gedung FK UKI Jakarta, menghadirkan pembicara Eko Sulistyo (Deputi Bidang Komunikasi Politik & Diseminasi Informasi, Kantor Staf presiden), Dr. Ade Armando, M.Sc. (Dosen Komunikasi UI), Kris Budihardjo(Ketua Umum Rumah Kreasi Indonesia Hebat), dan Eva Kusuma Sundari (Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan), dengan moderator Singgih Sasongko, M.Si (Staf Pengajar FISIPOL UKI). Seminar dilaksanakan pada Senin 11 Desember 2017 dengan mengundang khusus Keynote Speaker Tjahjo Kumolo Menteri Dalam Negeri.
Seminar dibuka dengan penjelasan pelaksana seminar, dijelaskan latarbelakang diselenggarakannya seminar ini berangkat dari situasi dan kondisi kekinian dimana konflik bernuansa SARA, utamanya dalam kontestasi Pilkada DKI jakarta yang berpotensi menghancurkan kebhinekaan dan merongrong NKRI.Â
Oleh karenanya, Presiden Jokowi dengan kemampuan lobby dan "blusukan" nya dianggap telah berhasil meredam gejolak yang ada dengan mengambil langkah-langkah taktis melalui komunikasi yang dialogis. Tujuan diadakannya seminar ini adalah: Memahami Pola dan Gaya Komunikasi Presiden Jokowi dalam mengatasi berbagai persoalan kebangsaan, Mencermati & menganalisis seberapa efektif upaya-upaya dialogis yang dilakukan Presiden Jokowi guna meredam isu-isu bernuansa SARA, Memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa NKRI tetap harus dijaga sampai titik darah penghabisan melalui pola komunikasi yang dialogis dalam masyarakat yang pluralis.Â
Sementara itu, pelaksana seminar juga mengundang peserta seminar ini berjumlah 400 orang; berasal dari berbagai latarbelakang, antara lain: mahasiswa, dosen, Jurnalis, Praktisi Komunikasi dan masyarakat umum serta seluruh civitas academika UKI.
Rektor UKI Dr Maruarar Siahaan, SH, MH dalam sambutan pembukaan seminar, mengemukakan pengalamannya mengenai persoalan pemahaman gaya komunikasi dan bahasa, saat bertugas di Solo beberapa tahun lalu.Â
Maruarar mengungkapkan bahwa sangat penting untuk memahami gaya komunikasi dan kebiasaan bahasa, dalam konteks corporate culture yang berubah, termasuk juga bahasa yang berubah, dalam pengertian bahasa yang dapat saling memahami dalam kondisi kita yang saling berbeda.
Mendagri Tjahjo Kumolo dalam awal paparannya, mengutarakan apresiasinya kepada UKI yang mengadakan seminar membahas gaya komunikasi Jokowi, suatu bahasan yang sangat jarang dilakukan. Tjahjo mengutarakan bahwa Jokowi mempunya gaya komunikasi yang khas.
Paparan Tjahjo maupun semua pembicara, mempunyai kesimpulan yang sama, bahwa Jokowi mempunyai gaya komunikasi dan gestur yang khas, dan itu bukan hasil suatu pelatihan/bimbingan konsultan, tetapi natur diri sendiri Jokowi.Â
Dikatakan bahwa Jokowi menerapkan gaya komunikasi non-verbal, merangkul semua kalangan, tidak segan untuk berinisiatif menyapa dan mengulurkan tangan bersalaman serta menepuk pundak lawan bicara, bahkan gestur membungkuk pun tidak jarang dilakukan Jokowi sebagai isyarat menghormati lawan bicaranya, Jokowipun tidak sungkan meminta maaf kepada masyarakat/publik.
Tjahjo menyebut gaya komunikasi Jokowi sebagai Gaya Komunikasi Non-konvensional Dialogis (Komunikasi Dua Arah), yakni gaya komunikasi yang disampaikan secara santai dan tidak berjarak, komunikasi dilakukan secara terbuka dengan arus timbal balik, dan melakukan aksi blusukan ke berbagai lapisan masyarakat.Â
Jokowi pun dikatakan sebagai pemimpin yang kekinian, karena komunikasi juga menggunakan jejaring media sosial, termasuk memakai komunikasi melalui video blogging (Vlog). Gaya komunikasi seperti ini, menurut Tjahjo, dilakukan agar masyarakat merasa dekat dengan pemimpin, dan dapat memahami arah kebijakan ataupun program yang sedang dijalankan pemerintah.
Tjahjo mengungkapkan bahwa ada 3 hal penting yang mendasari gaya komunikasi jokowi, yakni : bergerak mengorganisir masyarakat, bersentuhan dengan masyarakat, dan mendengar aspirasi masyarakat. Gaya komunikasi Jokowi seperti ini, sudah menjadi kebiasaan sejak menjabat Walikota Solo. "Komunikasi dalam politik itu penting untuk menunjukkan bagaimana seorang pemimpin berinteraksi dengan rakyatnya" ujar Tjahjo.
Lebih lanjut Tjahjo menjelaskan teknis komunikasi yang diterapkan Jokowi : tidak mengedepankan hal bersifat protokoler, memberikan pertanyaan dan membagikan hadiah, tidak ragu melakukan kontak fisik dengan siapapun (bersalaman dan menepuk punggung).
Eko Sulistiyo Deputi IV KSP, mengatakan bahwa gaya komunikasi jokowi menunjukan Jokowi adalah pemimpin yang membangun konsensus. Hal ini diterapkan Jokowi saat menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden. Kita sudah sering melihat gaya konsensus diterapkan dalam menyelesaikan dan menghadapi masalah.
Eva Sundari sebagai rekan Jokowi di PDI Perjuangan, mengungkapkan bahwa sekalipun jokowi adalah Presiden, tetapi dirinya tetap hormat kepada Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum, dan tidak ada intervensi partai kepada Jokowi dalam menjalankan tugasnya sebagai Presiden. Namun tidak jarang Jokowi menemui Megawati untuk berdiskusi membahas masalah bangsa dan negara.
Sementara Ade Armando pengajar komunikasi FISIP UI yang juga Direktur Komunikasi pada lembaga survey Saiful Muljadi Research and Consulting (SMRC), menyebut gaya komunikasi Jokowi sebagai "high context communication", dengan kekuatan komunikasinya pada non-verbal.Â
Lebih lanjut Ade mengungkapkan bahwa sejak awal, Jokowi sudah menunjukkan gaya komunikasi khasnya, yakni dengan menampilkan gaya pakaian yang mengisyaratkan dirinya siap bergerak cepat yang disimbolkan dengan gaya berlari, bahkan saat pelantikan kabinet pun, para menteri tidak berjalan tetapi berlari saat diperkenalkan ke publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H