Pak Sanjaya. Orang terkaya di desa Cikampret. Terkenal sebagai penguasa tanah separuh dari luas desa Cikampret. Dia mencalonkan diri jadi kepala desa tahun ini. Sebagai seorang oligark terpandang yang disegani di desa, sudah bisa dipastikan pemenang pemilihan nanti adalah beliau.
Tapi, kita punya pesaing yang membuat pertarungan jadi lebih menarik. Pak Budi, seorang perantauan yang baru kembali dan menetap di kampungnya selama 5 tahun terakhir. Berhasil menolong banyak warga mendapatkan sertifikat tanah secara suka rela. Budi adalah seorang magister hukum, advokat yang sudah berpengalaman dalam banyak kasus dan sengketa. Dia punya kantor advokat di kota.
Kehadirannya sedikit mengusik Sanjaya yang ingin menguasai lebih banyak tanah warga. Karena keberadaan sertifikat tanah berarti ada kekuatan hukum bagi warga yang ingin menaikkan harga tanahnya.
Kampanye pun dimulai. Warga terbelah menjadi dua kubu sama kuat. Perdebatan siapa calon kepala desa terbaik sudah mengisi gurau lapau dan kedai tuak di Desa Cikampret.
Sampai hari pemilihan tiba. Siapakah pemenangnya? Tentu saja Pak Sanjaya!
Ada uang ada kuasa! Warga yang merasa kalah merengut pasrah. Tapi, Budi masih tersenyum tanpa rasa kecewa. Beliau naik panggung dan memberi selamat kepada Sanjaya di hari pelantikannya.
Pak Joko, Kepala Desa periode sebelumnya yang telah habis masa jabatan pun ikut memberikan selamat dan menyerahkan kepemimpinan.
"Selamat saudaraku. Kau memang layak memangku kursi panas itu." puji Budi.
"Sejak dulu seharusnya dia sudah jadi Kepala Desa, Pak Budi. Karena pengaruh kuatnya sudah sejak lama memberi manfaat bagi desa kita. Hahaha." sahut Joko sembari menyalami Sanjaya.
"Terimakasih bung! Sekarang mari kita kembali bersahabat setelah berlawanan selama beberapa bulan ini. Dan Pak Joko, saya mohon petunjuk. Tidak perlu sungkan menegah kalau kebijakan saya nanti membawa masalah. Hahaha." respon Sanjaya jumawa.