Mohon tunggu...
Thomson Cyrus
Thomson Cyrus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, blogger, vlogger

Untuk Kerjasama, Bisa hub Kontak Email : thomsoncyrus74@gmail.com DM IG : @thomsoncyrus74

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah PKL Jakarta Susah Ditertibkan?: Sambungan...

4 Maret 2014   02:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:16 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393850990209647597

Oleh : Thomson Cyrus (Mantan Pedagang Kaki Lima Di Senen)

Sumber photo ; Republika.com

Lagi-lagi PKL di Jakarta turun ke jalan. Ini cermin dari cara berpikir warga kita yang tidak taat dan patuh kepada pemerintah. Kalau jaman krisis PKL tumbuh subur merajalela, masyarakat dan pemerintah masih dapat memakluminya. Tetapi keadaan negara kita tidak dalam kondisi krisis apalagi darurat, maka pandangan kita juga harus berada posisi normal, ideal dan sesuai peraturan.

Jakarta sebagai kota yang berevolusi menjadi kota jasa dan perdagangan, harus dibangun dengan konsep yang asri, nyaman dan menarik agar Jakarta dilirik oleh investor. Sebagai kota jasa dan perdagangan Jakarta harus memoles dirinya agar efektif dan efisien dilihat dari segi ekonomi. Infrastrukturnya (sarana dan prasarananya) harus menggambarkan efisiensi, baik dalam hal waktu maupun dalam hal biaya.

Pedagang kaki lima yang berdagang dijalanan dan di trotoar, salah satunya dapat menghambat Jakarta menjadi kota pilihan yang dijadikan oleh investor sebagai tempat mereka berinvestasi utamanya sektor jasa dan perdagangan. Jika pedagang kaki lima tidak dapat ditertibkan dengan baik dan berkesinambungan, maka Jakarta akan tetap tertinggal dengan kota-kota besar lainnya sebagai kota jasa dan perdagangan.

Di samping dapat menyebabkan macet dan mengganggu ketertiban dan keindahan kota, pedagang kaki lima juga dapat menimbulkan masalah sosial baru seperti kriminalitas (copet, jambret, pelecehan seksual, degradasi nilai moral lainnya).

Mengapa pedagang kaki lima ini sangat susah ditertibkan? Seperti tulisan saya sebelumnya dalam : Pedagang Blok G dan Pengalaman saya sebagai PKL Senen, banyak faktor yang mempengaruhi, disana sudah saya sebutkan sebagian.

Penyebab yang lain adalah rata-rata pedagang kaki lima di suatu daerah adalah penduduk yang bukan berdomisili di tempat itu, contoh PKL Tanah Abang, mereka tidak tinggal di daerah tanah abang, mereka adalah orang-orang bekasi, bogor, tangerang dan lain-lain. Saya yakin benar kebanyakan seperti itu, pedagang kaki lima senen juga sama, pasti berdomisili di daerah lain. Pasar minggu juga idem, blok M sama, pasti dari daerah lain.

Mengapa ini penting?

1) Secara logika, kalau kita tinggal di suatu daerah, maka sebagai orang normal, kecuali orang gila ya. secara logika kita menginginkan daerah tempat tinggal kita itu bersih, nyaman, tidak macet, tidak sumpek, tenang, dan lain-lain. Konsekwensinya kita tentu menjaga daerah kita tinggal agar bersih, nyaman, dsb. Oleh sebab itu, kita bertanggung jawab terhadap lingkungan kita tinggal. Orang lain, yang bukan penduduk atau bertempat tinggal di daerah itu, secara naluri, akan lebih mudah diajak untuk "merusak" dalam hal ini macet, kotor, sumpek, dsb suatu daerah yang bukan daerah tinggalnya. Bagi mereka, yang penting tempat itu bisa berjualan dan menghasilkan. Masalah kotor, macet, itu urusan nanti.

2) Di lain pihak, jika ada warga setempat yang tidak peduli dengan kenyamanan, kebersihan, kemacetan adalah penduduk sekitar yang tidak ada pekerjaannya (pengangguran), pemuda setempat yang pekerjaannya berhubungan dengan adu otot, modal seram, modal tatto, dll, dimana mereka inilah yang kemudian membentuk kelompok yang tidak ada organisasi resminya dan merekalah yang akhirnya berfungsi sebagai koordinator bagi para PKL tersebut, itu yang kemudian disebut orang-orang, preman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun