Data terbaru, 16 September 2020 kasus positif di Indonesia sudah mencapai 228.993 dan yang meninggal dunia 9.100 jiwa, yang sembuh 164.101 dan hari ini pecah rekor lagi pertambahan positif corona dengan jumlah pertambahan 3.963 jiwa.
Gubernur Anies Baswedan menerapkan Jakarta kembali PSBB berdasarkan data dan peningkatan yang terpapar covid 19 semakin mengkuatirkan.
Juga kabar duka yang mendalam bagi warga DKI Jakarta karena Sekda DKI Jakarta, Saefulloh, meninggal dunia akibat covid 19.
Gubernur Anies semakin cemas dengan fakta yang terjadi di DKI, di mana rumah sakit mulai kembali kewalahan menampung pasien terdampak covid 19 ini.
Bila rumah sakit mulai kewalahan kembali, maka bisa dipastikan di masa yang akan datang, tingkat kematian bisa meningkat lebih tajam. Oleh sebab itu, harus menjadi perhatian bersama.
Dalam artikel kali ini, saya ingin menyoroti khusus bagaimana penanganan Limbah Medis yang dihasilkan oleh berbagai rumah sakit dan laboratorium, sebab Limbah Medis ini haruslah dimusnahkan dengan baik agar tidak menghasilkan efek samping.
Jangan-jangan peningkatan jumlah positif corona ini, bisa dipengaruhi oleh penanganan limbah medis yang sembarangan sehingga virusnya kemana-mana.
Semakin meningkatnya jumlah yang positif covid 19 dan juga semakin banyak orang yang melakukan swab test dan juga rapid test maka otomatis meningkatkan jumlah Limbah medis diberbagai daerah.
Sehubungan hal itu, sesuai dengan UU RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka Limbah Medis harus diperlakukan dengan baik dan benar.
Dalam UU 32 tahun 2009 itu diatur bagaimana memperlakukan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun termasuk Limbah Medis.
Penghasil limbah medis seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik, tempat prakter dokter dan juga laboratorium wajib bekerja sama dengan pengelola Limbah B3 yang sudah memiliki ijin sebagai Transporter (Pengangkut) Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengolah dan atau Pemanfaat/Pemusnah Limbah B3.