Ilustrasi gambar : facebook/Presiden Joko Widodo.
Setelah setahun Jokowi memimpin, banyak capaian dan kegagalan yang telah dilewatinya. Para penagih janji melihat, Jokowi masih belum memenuhi janji Nawacitanya. Padahal kalau saja, mereka jeli dan bersih hatinya melihat, banyak kemajuan yang telah dilakukan oleh Jokowi, utamanya tentang perhatiannya terhadap nasib petani, nasib nelayan, kaum buruh dengan berbagai program program unggulan semisal, Kartu Indonsia Pintar, Kartu Indonesia sehat, Kartu Keluarga Sejahtera.
Anggaran lebih banyak di fokuskan di luar Jawa, yang selama ini hanya fokus di Jawa. Pembangunan di desa desa sudah mulai bergeliat. Kredit Usaha Rakyat digenjot habis habisan dengan persyaratan yang lebih mudah dan bunga yang lebih rendah. Pembangunan yang mulai terfokus ke luar Jawa dengan membangun berbagai insfrastruktur semisal bendungan untuk pertanian dan pariwisata, irigasi untuk pertanian, jalan jalan, jalan tol, Pelabuhan dan Bandara di perluas, rumah murah digenjot habis habisan dan berbagai insfrastuktur listrik dan energi lainnya. Semuanya untuk menggerakkan roda ekonomi biar lebih baik.
Yang menyedihkan adalah massifnya pembakaran dan kebakaran lahan gambut, hutan dan berbagai perkebunan warga di Sumatera dan Kalimantan...yang kita heran, belum reda di kedua pulau itu, Sulawesi dan Papua sudah menyusul. Kebakaran hutan di Indonesia begitu massif. Penyebabnya untuk sementara adalah el nino dan kebakaran gambut. Jutaan hektar lahan gambut terbakar dan memadamkan api di lahan gambut sangat susah, oleh sebab lahan gambut dapat menyimpan bara pada kedalaman 3-5 meter di bawah permukaan.
Asap yang dihasilkan oleh pembakaran dan kebakaran hutan dan lahan gambut ini, telah menguras energi kita, mengacak acak logika kita. Kita bertanya? Bagaimana bisa terjadi lebih dari 2 bulan, tak bisa diatasi?
Jawabannya pasti debatable.
Tetapi yang pasti, alam kita sudah rusak. Gambut yang tadinya berfungsi untuk menyimpan air, dengan proyek perkebunan sawit, dikeringkan. Ekosistem terganggu. Semua terganggu. Kita terlalu rakus dengan uang, kita terlalu nafsu dengan kemajuan, kita lupa memelihara lingkungan.
Yang tak pernah dihitung oleh pemerintah adalah berapa besar dampak dari kerusakan lingkungan itu semua. Pemerintah terlalu cepat memberikan Hak Pengelolaan Hutan kepada perusahaan yang belum tentu profesional. Pemerintah sebelumnya hanya memikirkan jangka pendek. Kita bangga sebagai penghasil CPO nomor satu di dunia, tetapi kita tidak pernah hitung bersama. Apakah dengan posisi itu, rakyat kita semakin sejahtera, atau hanya segelintir pengusaha rakus saja yang semakin kaya.
Pemilik perkebunan sawit bisa dihitung dengan jari, tetapi luas lahan yang mereka miliki berjuta juta hektar dengan penanganan yang tidak profesional.
Asap ini telah melumpuhkan ekonomi kita, sementara pemilik konsesi lahan, ongkang ongkang kaki di luar negeri, tidur di hotel berbintang lima, mungkin saja, tertawa terpingkal pingkal, melihat rakyat Indonesia tersiksa berbulan bulan. Mungkin saja, dia berpesta di antara harumnya tubuh wanita memijat tubuhnya, sementara pemerintahan Jokowi kelimpungan menghadapi asap yang mereka hembuskan.
Asap ini telah menyiksa kita, kita saling menuduh...Tak akan pernah tahu siapa pelakunya, sebab pemerintah juga tak akan mengungkapnya. Biasa, alasan klasik. Pengusaha mengancam, akan hengkang. Jika hengkang, penganggurran bertambah. Senjata ampuh pengusaha hitam yang tak pernah dapat dilawan oleh pemerintah.