Mohon tunggu...
Thomson Cyrus
Thomson Cyrus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, blogger, vlogger

Untuk Kerjasama, Bisa hub Kontak Email : thomsoncyrus74@gmail.com DM IG : @thomsoncyrus74

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pedagang Blok G dan Pengalaman Saya sebagai PKL Senen

20 Februari 2014   00:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serba salah kalau kita berbicara mengenai pedagang kaki lima. Saya tertarik kembali menulis artikel tentang PKL ini karna pemberitaan media kemarin dan hari ini, memberitakan, pedagang blok G kembali berdagang di jalan alias pedagang kaki lima, sekalipun mereka berpindah lokasi, tetapi tetap masih di sekitar pasar Tanah Abang. [caption id="attachment_312880" align="aligncenter" width="465" caption="Sumber photo; Republika"][/caption]

Dengan berdalih tidak ada pembeli yang datang, sepi, rugi, dan sebentar lagi mereka akan membayar sewa kios di Blok G. Benarkah tidak ada pembeli? Bisa jadi. Karna mereka sudah pesimis di awal. Kita paham semua, jika seseorang sudah pesimis, maka hasilnya juga tidak baik. Semua paham juga bahwa jika seseorang ada optimisme maka hasilnya akan baik. Keberhasilan Jokowi merelokasi PKL di Tanah Abang, Pasar Minggu, Jatinegara, dll. kita harus diapresiasi tinggi-tinggi serupa apa yang dia lakukan selama ini di Kota Solo. Mengapa? Karena memang sangat-sangat susah merelokasi PKL ini. Terbaru Ridwan Kamil di Bandung melaksanakan denda yang sangat fantastis bagi masyarakat yang belanja kepada pedagang kaki lima didenda sebesar Rp 1 juta kalau tidak salah. Oleh karena denda yang diberlakukan itu, pedagang kaki lima langsung merasakan akibatnya, Ridwan Kamil pun dikatakan Pemimpin yang kejam. Ridwan Kamil juga tidak asal memberlakukan denda tersebut, tentu sudah ada sosialisasi. Benarkah Ridwan Kamil pemimpin yang kejam karna dianggap tidak memihak kepada PKL? Ridwan Kamil hanya ingin melihat kebutuhan orang banyak. Kepentingan semua masyarakat Bandung, diperhatikan mana yang terbaik. Belum kita berbicara apa yang dilakukan oleh Bu Risma di Surabaya. Saya tidak sedang melaporkan apa yang sedang dilakukan oleh para Pemimpin daerah itu. Dalam tulisan ini, saya hanya coba berbagi pengalaman sebagai orang yang pernah berdagang kaki lima selama 3 tahun di bawah jembatan fly over Perempatan Senen, persis di depan Atrium Senen. PENGALAMAN SAYA PEDAGANG KAKI LIMA SENEN. Mengapa PKL susah ditertibkan? 1). Pendapatan sebagai pedagang kaki lima terbilang bagus jika dibandingkan dengan berdagang di tempat-tempat yang khusus tempat berjualan seperti pasar, kios, mall, dll.. Jangan salah seorang pedagang kaki lima dulu, kebetulan saya berdagang VCD bajakan, penghasilan satu hari minimal 200 ribu per hari tahun 2000 - 2002, jika dirata-ratakan dalam satu bulan, minimal penghasilan bersih Rp5 juta satu bulan. pada saat itu pendapatan sebesar itu adalah pendapatan seorang level manager di perusahaan swasta. Itu makanya selama 3 tahun saya bertahan hidup sebagai pedagang kaki lima padahal saya lulusan sarjana, ini fakta dan pengalaman pribadi. 2) Berdagang kaki lima itu simpel, tidak ribet, pada dasarnya orang-orang yang berdagang di kaki lima adalah orang-orang sederhana yang mau berusaha tetapi tidak ribet, itu makanya PKL selalu berdagang di bahu jalan, mereka mengharapkan pembeli yang lewat dari lapak dagangan mereka. Sejujurnya PKL itu satu tujuannya, dagangannya laku, dan tempat orang berlalu lalanglah pilihan mereka. Biasanya PKL (baca pedagang kaki lima), tidak mau berurusan dengan administrasi. Itu makanya ada yang mengoordinasikan mereka, itu yang disebut orang-orang preman. Sebenarnya mereka bukan preman, tetapi orang-orang inilah yang mengoordinasikan para PKL ini, mereka ini (preman) yang berurusan dengan aparat, baik itu uang koordinasi maupun untuk mendapatkan informasi penting dari pemerintahan, jika ada penggusuran, dll.. Sehingga para koordinator ini punya bargaining position terhadap PKL, karena biasanya informasi awal dan akurat mereka dapatkan dari para preman ini. Sebaliknya itulah kekuatan para preman untuk meminta setoran lebih besar lagi. Itulah makanya PKL kalau sudah digusur menangis, menjerit, karena mereka sudah merasa memberikan sewa lapak, retribusi, dan pungli lainnya. 3) Sejujurnya jika ada tempat yang tidak ribet urusannya untuk berdagang, setiap PKL bersedia pindah ke lokasi yang disediakan. Yang berkepentingan sebenarnya adalah para preman (koordinator) tersebut, dengan segala cara dilakukan untuk menghambat penggusuran itu. Itu makanya kita lihat gampang dipindahkan PKL di Tanah Abang, karena Ahok sudah menggertak para koordinatornya (termasuk ada konflik antara Ahok dan H. Lulung, itu urusannya dalam point yang ketiga ini. Begitu para koordinator sudah tiarap. Perpindahan PKl ke Blok G tidak susah, kita sudah lihat buktinya. 4) Mengapa turun lagi ke jalan? Lagi-lagi itu pekerjaan para koordinator tadi, lahan mereka kan sudah hilang, kerajaan mereka sudah gak ada, selama ini mereka menghembuskan isu, bahwa di Pasar Blok G tidak akan laku, sepi, gak ada bla bla..., bull shit itu semua, itu hanya mainan koordinator (preman). Apakah pedagang berani turun tanpa ada rasa aman, sekali lagi, pengalaman saya mengatakan, mereka tidak akan turun, kecuali diamankan "preman".  Mana ada pedagang yang rela dagangannya dirazia satpol PP. 5) Para Pedagang Kaki Lima ini kalau mau disurvei, bukannya tidak bisa membayar sewa kios, mereka sanggup. buktinya pungutan liar yang diambil dari mereka melalui "preman" bukan hitungan kecil, tidak seberapa sewa kios yang ditawarkan oleh Jokowi Ahok. Itu lagi-lagi permainan oleh para koordinator. 6) PKL sekarang, terlalu dimanja oleh alam demokrasi. Kalau ada penggusuran HAM bicara, pengacara ada, anggota dewan ngomong, semua bicara, akhirnya gak selesai-selesai. Sebenarnya gampang menyelesaikannya, asal tidak semua bicara. Lalu apa kata kunci untuk menyelesaikannya? 1) Harus dilakukan penertiban yang terus-menerus, tidak boleh dibiarkan, sekali dimulai pasti akan menjamur. Pengalaman saya mengatakan jika saya tidak mampu bersaing dengan pedagang lain, pasti seseorang itu akan beralih profesi, itu natural alami, gak usah dipikirin terlalu panjang. Untung saya digusur dari fly over Senen, sehingga saya beralih profesi, dan Puji Tuhan, Tuhan Mahaadil, tidak ada anak manusia yang dibiarkan lapar kecuali karena dia malas dan bebal. 2) Kita menghimbau kepada masyarakat agar tidak belanja di PKL, kita bukan mau menutup rejeki mereka, ini demi kebaikan kita. Ada selalu contoh kasus: Orang yang tidak tahu berenang, jika ditenggelamkan, dia akan berusaha agar jangan sampai tenggelam, entah apa pun usahanya, kalo tidak bisa selamat sendiri, pasti ada yang selamatin. Sama halnya dengan PKL, jika dia tidak bisa hidup lagi karena tidak bisa menjadi PKL, pertama, dia pasti berusaha untuk pindah profesi, kedua, pasti ada yang menyelamatkan, keluarga, teman atau siapa pun. Ini bukan masalah kejam atau tidak kejam. Ini masalah kebaikan untuk semua. Tidak macet, bersih, tentram, dll.. 3) Semua yang tidak berhak bicara ketika ada penertiban, jika bukan wewenang dan tugasnya, menahan dirilah agar terselesaikan dengan baik. Masih banyak sebenarnya yang harus saya bagi lagi, tapi waktunya tidak cukup, karna ada pertemuan lagi, haha... Namanya juga penulis yang tidak dibayar, kita harus memperhatikan dapur kita juga biar jangan kembali ke kaki lima. Bravooo PKL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun