SBY lupa, Megawati adalah politisi yang sudah tertempa sejak jaman Soeharto, MEgawati sudah terbiasa dimusuhi, MEgawati sudah terbiasa tidak diberi ruang untuk bergerak, baginya kekuasaan bukan yang utama, 10 tahun di luar pemerintah dapat dilewati dengan ending kemenangan. Ini yang dilupakan SBY, dan Megawati hanya benci dengan satu hal yaitu Kebohongan. Dan menurut MEgawati, itulah yang dilakukan oleh SBY tahun 2004. Sampai saat ini, SBY belum mengklarifikasi hal itu, itu sebabnya MEgawati belum bersedia bertemu dengan SBY.
Tuduhan SBY tentang penyebab kekalahan Koalisi Indonesia Hebat adalah Megawati yang tidak mau menemuinya, langsung saja diiyakan oleh berbagai pihak. Padahal kita tahu, dari berbagai moment kita tahu SBY adalah rajanya pemain sandiwara. Badan saja yang besar, tetapi cengeng. Dia adalah pemimpin si raja tega, pemimpin yang bermuka dua, di depan bilang A tetapi di belakang bilang B. Dia lah mpu nya pemimpin pembohong di Indonesia.
Megawati adalah pemimpin yang sudah rela mencalonkan Jokowi demi Indonesia yang lebih baik. Jika kita lupa akan hal itu, maka kita sudah sama seperti pembohong yang satu lagi. Megawati telah banyak menghasilkan pemimpin pemimpin berkualitas 10 tahun belakangan ini. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang berhasil menciptakan pemimpin baru yang hebat, bahkan jauh lebih hebat dari seorang Megawati sendiri.
Berbeda kalau kita lihat hasilnya dari kepemimpinan SBY, dia adalah pemimpin yang gagal. Sebab dia lebih banyak mengantar kader-kadernya ke KPK daripada menghasilkan kader yang dapat dijadikan teladan. Selama 10 tahun SBY memimpin hampir tidak ada kadernya yang berprestasi di kabinet maupun di daerah. Ini sejalan dengan prestasi SBY 10 tahun yang tidak meninggalkan jejak yang bagus, seperti selama ini sering kita alami, Negara auto pilot.
Megawati bahkan telah mengkader Puan Maharani dengan memberikan otoritas yang tinggi untuk menjalankan roda partai. Puan Maharani sebagai penjelmaan Taufik Kiemas, juga bukan copy-an Megawati bahkan dia lebih condong dengan gaya Taufik Kiemas yang tidak kaku seperti Megawati. Bahwa hasilnya belum baik untuk koalisi Indonesia Hebat, itu adalah masalah lain.
Yang orang tidak sadar adalah masing-masing para politisi memainkan perannya sesuai dengan yang menguntungkan partainya masing-masing. Sialnya bagi Puan Maharani adalah Koalisi Merah Putih, jauh-jauh hari telah mengunci dengan rapat mulai dari UU MD3 sampai Tatib DPR/MPR. Sehingga apapun usaha dan upaya yang dilakukan Puan akan terlihat sia-sia dan Puan Maharani akan terlihat seperti politisi yang belum berpengalaman.
Dan saya melihat ini bukan permasalahan yang harus ditangisi. Megawati dan Puan Maharani jangan kita jadikan pesakitan. Bagi saya, situasi saat ini adalah pilihan rakyat, maka kita sebagai rakyat, jangan cepat-cepat menghujat. Kembalilah kepada diri kita sendiri, sebab kitalah yang berkontribusi dalam situasi ini. Kita yang menentukan pilihan pada saat pileg. seandainya pilihan kita terfokus dan sesuai keinginan kita untuk memilih Jokowi dengan dukungan kepada partai pengusung, maka tidak akan terjadi seperti ini.
Pembelajarannya adalah kita belajarlah untuk memilih partai politik yang sesuai dengan keinginan kita juga untuk memilih pemimpin bangsa ini. Jangan kita memilih partai A tetapi memilih pemimpin dari partai B. kita selaraskan logika pilihan kita, agar kita tidak sakit.
Kegagalan Puan Maharani untuk memenangkan Koalisi Indonesia Hebat juga dipengaruhi oleh sikap Jokowi yang tidak mau tawar menawar Kabinet. Sikap itu bagus di satu sisi, tetapi di sisi lain, Koalisi Indonesia Hebat susah mendapat teman baru. Kita dukung sikap Jokowi yang seperti itu, tetapi kita terima juga suasana yang seperti ini, dan kita dukung terus Jokowi jika ada penjegalan di tengah jalan oleh tangan tangan kotor dari politisi semacam Hashim J.
Megawati dan Puan Maharani telah mewakafkan diri untuk menjadi bumper untuk Jokowi dan Indonesia yang lebih hebat, sudah selayaknya kita menghargai peran perempuan hebat ini.
Salam kompasiana.