Agus lambat laun semakin dikenal oleh para penikmat lukisan. Beberapa dari mereka sampai ada yang tertarik untuk minta belajar melukis denganya. Salah satu pengalaman ini ia dapatkan pada tahun 2003, kala dirinya dihubungi oleh seorang perempuan yang menanyakan kesediaan Agus untuk untuk menjadi guru lukis bagi tiga orang anaknya.
Ia mengaku heran, karena apa motivasi yang mendorong ketiga anak itu untuk minta diajarkan melukis olehnya. Rasa heran itu akhirnya terjawab. "Anak-anak saya sudah tiga kali mondar-mandir ke bilik bapak, dan penasaran dengan cara pak Agus melukis. Setelah itu, dia bilang ke saya untuk minta kursus," cerita Agus mengingat percakapan itu.
Mendengarnya, Agus mengaku terdiam sejenak. Agus terdiam karena mendapat apresiasi berupa ketertarikan dan kepercayaan dari orang lain untuk belajar dengannya, dari apa yang telah ia kerjakan selama ini. Agus juga mengaku bahagia atas itu, karena di tengah keterbatasannya ia ternyata masih dapat memberikan dampak positif bagi sesamanya.Â
Percakapan itu akhirnya ditutup dengan kesanggupan Agus untuk mengajari ketiga anak itu. Beberapa hari kemudian, tepatnya di hari Sabtu sore, pukul 15.00 WIB pada tahun 2003, Agus resmi membuka kelas melukis pertamanya bernama galeri seni Ridho, galeri seni di mana ia mencurahkan seluruh hidup, semangat, pengajaran, dan idenya hanya untuk melukis.
Lambat laun, kelas melukisnya itu tidak hanya kedatangan murid-murid sekitar lingkungan yang ingin belajar secara regular. Namun, karena kelasnya itu Agus juga jadi banyak dicari oleh para guru dari berbagai sekolah di Madiun untuk meminta pertolongannya menjadi guru spesialis dalam membina murid yang akan mengikuti kompetisi melukis.
Meski dirinya adalah seorang pengajar, namun Agus mengaku jika ia tidak punya pengalaman mengajar secara khusus untuk keperluan kompetisi. Bukannya ditolak, namun Agus justru tetap menerimanya, karena menurutnya dapat menjadi pengalaman dan pelajaran. Dalam mengajar, Agus sangat menekankan prinsip berorientasi pada proses.
Karena prinsipnya itu, murid-murid Agus justru merasa nyaman dan percaya diri untuk mengekspresikan perasaan seni mereka secara utuh di tiap goresannya. Di satu sisi, cara ini juga membantu Agus menemukan keunikan dan taletnta dari murid-muridnya dalam melukis, seperti bagaimana cara mereka dalam menggores dan cara mereka dalam mewarnai.Â
"Saya mulai pelan-pelan dari memasukan materi seperti teknik mencampurkan warna, perspektif, dan teknik menggores tanpa putus. Jadi mereka tidak hanya tambah kreatif tapi juga punya lukisan yang terukur karena teknik-teknik yang saya bekali itu," kata Agus.Â
Didikan Agus membuahkan hasil. Murid-muridnya itu sering keluar menjadi juara satu di berbagai kompetisi, baik di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, bahkan provinsi. Kemudian, banyak dari mereka yang akhirnya menjadi semakin lebih mencintai dan menekuni dunia seni lukis jauh lebih dalam, karena kebanggaan atas prestasi yang di dapat  Â
Meski memiliki cerita manis, namun selama 19 tahun mengajar, total hanya ada 20-30 murid saja yang pernah berguru dengan Agus. Melihat itu, Agus dapat memakluminya. Sebab, mengakui memang belum banyak masyarakat, utamanya masyarakat di Madiun yang tertarik dengan dunia seni lukis. Sehingga, persoalan itu dapat diterima.