Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Berdaya dan Berkarya dari Agus Yusuf

4 Februari 2023   08:00 Diperbarui: 4 Februari 2023   08:00 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus Yusuf saat sedang melukis di sebuah acara pameran seni di Madiun | Dok. Sri Rohmatiah (Istri Agus).

Bakatnya memang istimewa, Agus keluar sebagai juara satu di kompetisi pertama. Hal ini terus berlanjut di kompetisi tingkat desa, tingkat kecematan, hingga tingkat kabupaten. Atas pengalaman itu, Agus bercerita jika saat itu adalah masa-masa terbaik baginya untuk menemukan jati diri dibalik keterbatasan fisik yang dimilikinya.

Majalah HAI Edisi 1988 dan AMFPA

Pada tahun 1989, Agus memantapkan langkahnya menjadi seorang pelukis profesional. Keputusan ini diambil setelah dirinya menemukan sebuah pengumuman yang dimuat oleh AMFPA (Association of Mouth and Foot Painting Artists) sebuah asosiasi pelukis difabel internasional asal Swiss pada majalah HAI edisi 1988 milik tetangganya.

Agus saat sedang mengikuti sebuah ajang pameran seni di Surabaya baru-baru ini | Dok. Sri Rohmatiah (Istri Agus)
Agus saat sedang mengikuti sebuah ajang pameran seni di Surabaya baru-baru ini | Dok. Sri Rohmatiah (Istri Agus)

Dalam pengumumannya, AMFPA sedang membuka kesempatan bagi para pelukis pelukis difabel yang melukis dengan mulut dan kaku dari seluruh dunia untuk bergabung sebagai anggota baru. Melihat itu, Agus langsung menghubungi nomor kontak yang tersedia dan beberapa hari kemudian terbang ke Jakarta untuk bertemu dengan pihak perwakilan AMFPA.

Setelah melalui proses pendaftaran, administras,i dan verifikasi data diri, karya lukisan, dan keadaan difabel yang dialami oleh Agus, akhirnya pada tahun 1989 Agus resmi bergabung dengan AMFPA sebagai anggota baru dari Asia, dan hingga kini ia memiliki kewajiban untuk mengirimkan tiga sampai empat lukisannya setiap bulan ke Swiss.

Selama bergabung di AMFPA, Agus terus mengasah dan mempertajam kemampuannya dalam melukis. Selain bereksperimen dan membaca buku-buku melukis, Agus juga dibantu oleh dua teman karibnya yang merupakan dosen seni lukis dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Dari kedua temannya itu, Agus memperoleh berbagai ilmu-ilmu baru, seperti cara mengkomposisikan lebih dari dua warna; belajar tentang perspektif dan sudut datang cahaya dalam lukisan; dan khususnya teknik menggores tanpa putus yang ia pelajari secara otodidak yang kemudian disempurnakan oleh kawan dosennya.

"Teknik menggores tanpa putus itu paling susah. Saya belajarnya itu sampai berbulan-bulan. Tapi hasilnya sangat memuaskan, karena semuanya bisa dikerjakan dalam sekali gores dan ternyata itu malah jutsru jadi salah satu karakter saya dalam melukis sejauh ini," kata Agus.

Berkat usaha dan dedikasinya, Agus kemudian jadi sering ditawari oleh AMFPA dan para kolektor seni untuk terlibat dalam berbagai eksibisi. Total, sudah 160 eksibisi yang diikuti olehnya selama 33 tahun dan total sudah ada sekitar 410 dari 500 karyanya yang dibeli serta dilelang oleh para kolektor seni, khususnya kolektor dari Eropa.

Galeri Seni Ridho

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun