Jalur logistik diputus, sungai dicemari wabah penyakit, Surabaya takluk ditangan sang Sultan.Â
Beberapa waktu silam jagat dunia maya digemparkan dengan sebuah berita yang menyebutkan jika virus korona (covid-19) adalah sebuah senjata biologis. Meski banyak informasi yang menyebutkan demikian, namun ke semua informasi tersebut seperti berbau narasi konspiratif yang tidak bisa dibuktikan dengan dasar ilmiah yang kuat dan masuk akal.
Senjata biologis bukan barang baru di dunia militer dan pertahanan. Dalam ilmu perang, salah satu cara dalam bertempur adalah dengan menggunakan senjata biologis (biological warfare). Penggunaan senjata biologis dalam sejarah perang, sudah dilakukan sejak ratusan tahun sebelum masehi. Kerajaan Mongol menjadi salah satu kerajaan yang memberikan pengaruh besar atas penggunaan senjata biologis dalam sejarah dunia militer.
Senjata biologis Kerajaan Mongol pada saat itu dipakai untuk mengusir bangsa Genoa keluar dari kota Kaffa di Semenanjung Krimea (sekarang bagian dari Rusia). Dalam perang tersebut, Kerajaan Mongol menggunakan senjata biologis dari jenazah tentara Mongol yang terinfeksi wabah pes (black plague) (Mark,2002).
Taktik yang digunakan oleh Kerajaan Mongol tidak hanya berhasil mengusir bangsa Genoa keluar dari kota Kaffa, tapi juga menimbulkan wabah pes yang sangat destruktif bagi peradaban benua Eropa dan berhasil membunuh lebih dari 25 juta jiwa (Barras & Greub, 2014). Sejarah penggunaan senjata biologis sebagai alat perang ternyata tidak hanya pernah dipakai oleh Kerajaan Mongol saja. Sebuah kerajaan di Indonesia pernah menggunakan senjata yang serupa.
Kerajaan Mataram Islam tercatat menjadi salah satu kerajaan di Indonesia yang pernah menggunakan senjata biologis sebanyak dua kali dalam dua peristiwa perang yang berbeda. Namun, dari kedua perang tersebut, hanya ada satu perang yang berhasil diraih oleh Kerajaan Mataram Islam, yakni saat peristiwa penaklukan Kadipaten Surabaya.
Sebelum kita masuk bagian cerita yang lebih kompleks, ada baiknya jika penulis memberikan sebuah arahan atau rumusan yang dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi dari artikel ini, seperti apakah jenis ‘senjata bilogis’ yang dipakai oleh Kerajaan Mataram Islam untuk menaklukan Kadipaten Surabaya? Dan mengapa Kerajaan Mataram Islam berambisi besar untuk menaklukan Kadipaten Surabaya?
Semenjak Kerajaan Mataram Islam berdiri pada tahun 1588, Panembahan Senopati atau raja pertama dari Kerajaan Mataram Islam, sudah memiliki visi besar untuk menaklukan Pulau Jawa raya dalam bayangan panji Mataram Islam (Achmad, 2018). Untuk bisa mencapai hal tersebut, maka penaklukan di berbagai wilayah di Pulau Jawa dilaksanakan.
Kadipaten Surabaya menjadi salah satu wilayah yang paling sulit untuk ditundukan, karena kuatnya pertahanan militer dan baiknya taktik dalam pertempuran (Purwadi & Kazunori, 2007). Alasan lain mengapa Kadipaten Surabaya sangat kuat adalah karena kekuatan logistiknya disanggah oleh banyak wilayah taklukan seperti Tuban, Madura, Wirasaba, Malang, Lumanjang. Lasem, Sukadana dan wilayah penaklukan lainnya.
Kekuatan dan keuntungan geopolitik Kadipaten Surabaya kemudian berimbas pada semakin diakuinya kedaulatan Kadipaten Surabaya sebagai Kadipaten yang kuat di timur Pulau Jawa. Pengakuan ini pun kemudian berpengaruh pada pola perdagangannya dan ditandai dengan hadirnya kapal-kapal dagang Kadipaten Surabaya, mulai dari Selat Malaka hingga ke Kepualauan Maluku (Rickfles, 2008).