Sekolah Pemuda Desa (SPD) mendorong anak-anak muda desa untuk berdikari bagi desa dan bangsa.Â
Pemuda adalah harapan dan aset terbaik dari sebuah bangsa. Pernyataan ini selaras dengan perjalanan sejarah dari setiap bangsa yang selalu melibatkan elemen pemuda dalam mendukung visi misi pembangunan serta pergerakan dari sebuah bangsa dan negara. Definisi pemuda menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan, menjelaskan bahwa pemuda adalah seluruh warga negara Indonesia yang telah memasuki periode penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan manusia, yakni mulai dari usia 16 (remaja) sampai dengan 30 tahun (dewasa madya).
Lantas, tidak mengherankan jika pemuda sering kali diasosiasikan sebagai calon harapan, masa depan, dan tulang punggung bangsa, karena dipercaya memiliki tenaga, pemikiran dan inovasi segar dalam mendukung dan mendorong proses pembangunan negara, termasuk proses serta perjuangan penegakan keadilan sosial ditengah masyarakat (Sari, 2016). Keadilan sosial menurut Suteki dalam Purwanto (2017) adalah keadilan yang pelaksanaannya tidak lagi tergantung pada kehendak pribadi atau pada kebaikan-kebaikan individu yang bersikap adil, tapi bersifat struktural.Â
Secara sederhana, keadilan sosial dapat dipahami sebagai keadaan yang adil dan berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materil dan spiritual, artinya hal tersebut berlaku bagi seluruh kalangan yang tertuang dalam sebuah prinsip persamaan (equality) dan solidaritas yang berpatokan pada penghargaan hak asasi manusia. Adapun syarat-syarat tertentu yang diajukan agar keadilan sosial bisa berjalan, yakni (Purwanto, 2017):
a). Semua warga wajib bertindak, bersikap adil, karena keadilan sosial dapat tercapai jika tiap individu bertindak dan mengembangkan sikap adil bagi sesamanya.
b). Semua manusia hidup sesuai dengan nilai kemanusiaan dan berhak untuk menuntut dan mendapatkan segala sesuatu yang bersangkutan dengan kebutuhan hidupnya.
Keadilan sosial yang bersifat struktural salah satunya terwujud dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Prioritas Pembangunan Desa. Dalam konteks tersebut masyarakat desa di harapkan dapat mendukung melaksanakan pembangunan desa tempat tinggalnya secara mandiri serta sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Namun, terbitnya Undang-Undang tersebut telah memunculkan sebuah masalah baru, khususnya pada diperlukannya keterlibatan publik (masyarakat) desa dalam mengawal pendanaan desa untuk kegiatan pembangunan desa itu sendiri.
Pengawalan dana desa ini dinilai sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya praktek korupsi dan mark-up yang sering kali terjadi dalam setiap pembangunan desa, utamanya yang berkenaan dengan pembiayaan produktif. Sebagai contoh, kasus korupsi yang dilakukan oleh Pranajaya seorang Kepala Desa Dukuhmojo, Jombang, Jawa Timur telah merugikan desanya sebesar Rp 278,4 juta yang seharusnya dipakai untuk kegiatan pembangunan infrastruktur dan dana kegiatan sosial. Maka dari itu, pengawasan dan pemanfaatan dana desa adalah hal penting untuk mencegah praktek korupsi saat ini.
Untuk dapat menanggulangi dan mencegah hal tersebut terjadi yang dapat menghambat pembangunan sebuah desa, maka di bentuklah sebuah program bernama Sekolah Pemuda Desa (SPD). Berdasarkan wawancara dengan manajer Sekolah Pemuda Desa sekaligus co-founder dari komunitas Ketjilbergerak, Vani Herliana menjelaskan jika Sekolah Pemuda Desa secara khusus dibangun dengan visi dan misi untuk menumbuhkan keterampilan dalam membangun peran serta pemuda desa untuk mendapatkan tempat dalam manfaatkan dan mengawasi dana desa bagi pembangunan desanya.