Mohon tunggu...
Thomas Irwan Kristanto
Thomas Irwan Kristanto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ad Maiorem Dei Gloriam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pembukuan Bendahara Pengeluaran dengan SILABI -sedikit catatan-

14 Juni 2014   14:40 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:46 9171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai dengan  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola APBN Pasal 30 ayat 1 dan Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor 3/PB/2014 Pasal 3 ayat 1, salah satu kewajiban saya sebagai bendahara adalah "menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan pada satker." Pasal 31 ayat 1 PMK 162/PMK.05/2013 dan Perdirjen Perbendaharan PER-3/PB/2014 Pasal 3 ayat 7 lebih lanjut menyatakan, "Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan dengan aplikasi yang dibuat dan dibangun oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan." Walaupun PMK 162 tersebut sudah disahkan sejak November tahun lalu dan walaupun gagasan mengenai aplikasi resmi dari Kementerian Keuangan yang bisa mengakomodasi tugas-tugas bendahara sudah muncul bertahun-tahun yang lalu, Kemenkeu melalui Dirjen Perben baru bisa meluncurkan aplikasi sesuai dengan yang dimaksud Pasal 31 ayat 1 awal caturwulan kedua tahun 2014 ini. Aplikasi ini diberi nama SILABI (Sistem Laporan Bendahara Instansi). PRA-SILABI Sebelum adanya SILABI ini, bendahara dapat digolongkan ke dalam 3 golongan besar. 1. Golongan 1 'beranggotakan' bendahara-bendahara yang selama ini membuat pembukuan secara manual, mencatat satu transaksi secara berulang-ulang, ya mebukukan di Buku Kas Umum (BKU), ya membukukan di Buku2 Pembantu (Kas Tunai, Bank, Uang Persediaan, LS Bendahara, Pajak), ya membukukan di Buku Pengawasan Belanja), golongan 1 ini dibagi lagi menjadi golongan yang murni manual (tidak menggunakan software) dan golongan yang menggunakan software komputer untuk sedikit meringankan pekerjaan sehingga tidak harus melakukan kegiatan tulis menulis. 2. Golongan 2 terdiri dari bendahara-bendahara yang menggunakan aplikasi yang lumayan canggih, sehingga cukup 1 kali entry data, sudah langsung bisa cetak LPJ. Aplikasi-aplikasi semacam ini biasanya semakin canggih semakin mahal sehingga bendahara harus mengeluarkan duit dari kocek sendiri untuk membeli aplikasi ini. (Eh, bisa dari kocek negara juga ding). Ada juga aplikasi yang gratis, tinggal ngambil di internet. Seperti kata filsuf Yunani Kuno, ono rego ono rupo, yang gratis-gratis ini biasanya tidak sebagus yang harus mbayar. 3. Golongan 3 merupakan kumpulan dari bendahara yang tidak termasuk dalam golongan 2 tetapi juga bukan anggota golongan 1. SAMBUTAN BENDAHARA TERHADAP SILABI SILABI ini disambut baik oleh bendahara yang termasuk dalam golongan 1.  SILABI ini menjanjikan proses yang lebih sederhana, bendahara cukup menginput sekali, dan nanti secara otomatis transaksi akan terposting ke Buku Pembantu terkait. Dengan menggunakan SILABI, bendahara juga bisa membuat LPJ secara lebih mudah namun tetap akurat. Seperti halnya kebijakan lain yang selalu memicu pro dan kontra, selain bendahara yang menyambut baik aplikasi SILABI ini karena merasa pekerjaannya akan lebih mudah, ada juga bendahara yang skeptis dan merasa SILABI ini membuat repot, mempersulit, dan membuat lama. Utamanya, bendahara dari golongan 2. KEWAJIBAN MENGGUNAKAN SILABI DAN SANKSI Walaupun merasa pekerjaannya akan semakin susah dan lama, bendahara golongan 2 di atas tidak bisa menolak. Boleh protes tetapi tidak bisa menolak untuk menggunakan SILABI. Sesuai dengan surat Direktur Pengelolaan Kas Negara nomor S-2718/PB/2014 tanggal 25 April 2014 tentang Sosialisasi dan Implementasi, Penggunaan aplikasi SiLaBI akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia paling lambat bulan Juli 2014 (LPJ Bendahara akan disampaikan ke KPPN bulan Agustus 2014). Sanksi sebagaimana diatur dalam PMK No.162/PMK.05/2013 diberlakukan yaitu penundaan penerbitan SP2D atas SPM-UP / SPM-TUP / SPM-GUP maupun SPM-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran. CATATAN THOMAS Walaupun penggunaan SILABI ini wajib baru nanti Juli, Dirjen Perben memberi keleluasaan dalam penyusunan pembukuan untuk masa Mei Juni, Bendahara dapat membuat pembukuan dan LPJ Bendahara secara manual/komputer dan/atau menggunakan aplikasi SiLaBI, dan belum diberlakukan sanksi sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 162/PMK.05/2013. Biar nanti tidak kaget pada saat saya diwajibkan, sore ini, 13 Juni 2014, saya mencoba menggunakan SILABI. Berikut ini beberapa catatan saya. A. Alur Pencatatan Transaksi 1. Alur Transaksi terkait LS Bendahara Untuk mencatat SP2D LS Bendahara yang kita terima, pertama kita harus menggunakan menu Catat Nomor SP2D. Kita harus terlebih dahulu melengkapi nomor dan tanggal SP2D baru bisa melakukan pencatatan di RUH Transaksi. Karena aplikasi SILABI ini sudah terintegrasi dengan aplikasi SPM dan single database, kita tidak perlu bersusah-susah menginput nomor SP2D asalkan operator SPM sudah mengisi nomor SP2D ini. Tapi hal ini berarti kita menggantungkan diri pada orang lain. Jika operator SPM belum melakukan entry data SP2D kita belum akan bisa melakukan pencatatan transaksi LS Bendahara. Terkait piloting SPAN, sejauh ini email SP2D bisa dikatakan relatif tidak lancar. DJPb sudah menyadari adanya kelemahan ini. Sayangnya mereka hanya bisa mengupdate data SP2D 1 bulan 2 kali, yaitu di awal bulan dan di tengah bulan. Akibatnya, saya sering menemui uang sudah masuk ke rekening bendahara namun email SP2D malah belum ada. Karena email SP2D belum ada, kita belum bisa mencatat Nomor SP2D. Karena kita belum bisa mencatat Nomor SP2D, kita belum bisa melakukan pencatatan ke RUH Transaksi terhadap uang yang masuk ke rekening bendahara tersebut. Karena kita belum bisa mencatat penerimaan SP2D dan uang yang masuk ke rekening bendahara. Tentu saja akibatnya kita belum bisa melakukan pembayaran SP2D LS Bendahara ini padahal uangnya sudah tersedia di rekening kita. Karena LS Bendahara ini biasanya merupakan honor operasional atau lembur, biasanya pegawai terkait akan sering menanyakan status honor ini, apakah sudah cair atau belum. Jadi, ya, siap-siap saja diteror, hehehe... :D Menu Catat Nomor SP2D mengakomodasi impor data dari file berbentuk .SP2D. Jadi, alangkah baiknya jika email dari KPPN juga berbentuk .SP2D, sehingga bendahara akan lebih dimudahkan dalam mencatat data SP2D. Ringkasan Alur: Catat Nomor SP2D - RUH Transaksi - Posting 2. Alur Transaksi Uang Persedian Untuk melakukan pencatatan atas pembayaran tagihan melalui mekanisme Uang Persediaan, bendahara pertama-tama harus melakukan entry data di RUH Kuitansi. Data yang harus direkam di RUH Transaksi ini meliputi MAK, Jumlah Uang, Uraian Peruntukan Pembayaran, Nama dan NIP KPA atau PPK atas nama KPA, Nama Perusahaan atau Jabatan dan Nama Penerima,  Lokasi dan Tanggal (Penerimaan Uang), serta Nama dan NIP pejabat yang bertanggung jawab menerima barang atau pekerjaan terkait kuitansi tersebut.

[caption id="attachment_328916" align="aligncenter" width="606" caption="Tampilan RUH Transaksi SILABI Aplikasi Pembukuan Bendahara Pengeluaran Pemerintah 2014 terbaru"]

14027055271138615091
14027055271138615091
[/caption] 2.a. Dalam pencatatan MAK, karena sudah terintegrasi dengan Aplikasi SPM yang sudah menerima transfer data PAGU, kita cukup memilih MAK yang sesuai dengan mengklik MAK yang sudah tersedia. Saya sedikit mengalami kesulitan dalam memilih MAK yang tepat karena di satker saya (saya yakin di satker Anda juga sama) 1 MAK yang sama bisa berada dalam beberapa output, sub output, komponen, dan bahkan sub komponen. Sehingga agar benar-benar tepat, saya harus sambil membuka RKAKL pada saat mengisi MAK ini. Pengisian MAK ini sebaiknya menjadi langkah pertama dalam merekam (RUH) kuitansi. Kadang-kadang, saat saya terlebih dahulu mengisi jumlah uang, atau uraian, atau item lainnya, pada saat memilih MAK, MAK tidak bisa di klik dan muncul peringatan "Pilih PAGU terlebih dahulu". Saya belum menemukan penyebabnya. 2.b.  Dalam mencatat Jumlah Uang, ada angka 0 yang default muncul di kolom Jumlah Uang di RUH Kuitansi. Kadang-kadang angka 0 ini agak mengganggu. Akan lebih baik jika kolom ini dibiarkan blank. (Saya jadi ingat Aplikasi Konfirmasi, persis, saya juga agak terganggu angka 0 yang default dan berharap dibiarkan kosong saja). 2.c. Tidak seperti di kolom Jumlah Uang, di kolom Nama dan NIP KPA atau PPK atas nama KPA, saya justru terganggu karena kolom ini tidak default / otomatis, sehingga setiap saya mau merekam kuitansi, saya harus mengetik / mengklik nama PPK. Di awal, saya sempat mengalami kesulitan, saya mengira cukup dengan klik, ternyata harus menggunakan tombol enter untuk memilih. 2.d. Di kolom Lokasi, saya juga mengalami masalah yang sama dengan di kolom data PPK, saya setiap saat harus mengetik Jakarta (lokasi saya). Kenapa justru tidak dibuta default saja sih? 2.e. Tanggal Kuitansi yang default muncul adalah tanggal hari ini (pada saat menu RUH kuitansi dibuka) atau tanggal yang digunakan di kuitansi sebelumnya (selama belum keluar dari menu RUH kuitansi). 2.f. Di kolom Nama dan NIP pejabat yang bertanggung jawab menerima barang atau pekerjaan terkait kuitansi, kita harus mengetik Nama dan NIP secara manual (atau agak ringan sedikit, kopi tempel). Akan sangat baik jika sudah terhubung ke data pegawai sehingga kita tinggal pilih atau cukup ketik keyword dan otomatis tawaran nama yang kita cari. Kalau di Microsoft Excel, cukup vlookup. 2.g. Sebelum menyimpan kuitansi, pastikan data sudah Anda isi dengan benar. Jika Anda salah memasukkan jumlah uang, MAK, atau nama pejabat yang bertanggung jawab, kuitansi ini masih bisa disebut. Sayangnya tidak demikian jika salah tanggal, kita tidak bisa mengubah tanggal kuitansi yang sudah kita simpan. Kita harus menghapus kuitansi yang salah tanggal tersebut baru kemudian bikin kuitansi baru. Repot banget kan? 2.h. Nomor kuitansi otomatis berdasarkan urutan kita merekam bukan tanggal kuitansi, tidak bisa kita isi secara manual 2.i. Setelah kita merekam kuitansi di RUH kuitansi, kita baru bisa merekam transaksi di RUH Transaksi. 1 kali perekaman di RUH Transaksi hanya bisa untuk 1 kuitansi, tidak bisa langsung rekam banyak sekaligus. Ringkasan Alur: RUH Kuitansi - RUH Transaksi - Posting 3. Alur Transaksi Pajak 3.a. Baru bisa dikerjakan jika kita sudah mengerjakan RUH Transaksi 3.b. Tanggal RUH Pajak tidak otomatis dengan tanggal kuitansi, sehingga kita harus nginput lagi. 3.c. Pada saat saya mencoba menggunakan SILABI di komputer kantor, semua jenis pajak di RUH Pajak dalam keadaan aktif, ya PPN, ya PPh 21, ya PPh 22, ya PPh 23. Jadi kita harus menghapus pajak yang tidak sesuai. Sedangkan pada saat saya menggunakan SILABI di laptop pajak-pajak ini dalam keadaan default 0 sehingga kita hanya akan menggunakan pajak yang memang tepat. Ringkasan Alur: RUH Kuitansi - RUH Pajak - RUH Transaksi - Posting 4. Transaksi Per-bank-an Saya merasa transaksi inilah yang paling normal dan sederhana di aplikasi SILABI. No problemo. 5. Yang belum saya cek - Transaksi SP2D GUP dan  hubungannya dengan Buku Pengawasan Anggaran Belanja B. Cetak BKU dan Buku Pembantu >> semudah yang dijanjikan, welldone C. Berita Acara dan LPJ >> belum saya coba D. Yang belum ada - Surat Perintah Bayar (SPBy) >> tapi tidak apa-apa, memang bukan tugasnya Bendahara (walaupun faktanya di banyak satker, bendaharalah yang membuat SPBy). Salah kaprah, masa Bendahara menyuruh dirinya sendiri, nggak mau kalah dengan Kepala Kantor yang menugasi dirinya sendiri, eh. - DRPP - SSP Ad Maiorem Dei Gloriam Ad Maiora Natus Sum SANKSI Terkait PMK 162 Ketika saya membaca S-2718/PB/2014 tanggal 25 April 2014 tentang Sosialisasi dan Implementasi, saya mendapat kesan, akan ada sanksi jika belum menggunakan SILABI sesuai surat tersebut (paling lambat Juli 2014). Ketika saya membaca lagi PMK 162, pembahasan mengenai sanksi hanya muncul di pasal 43, "Dalam hal penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (4) melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, KPPN mengenakan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM-UP/SPMTUP/SPM-GUP maupun SPM-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran." Di PMK 162 memang ada pernyataan agar pembukuan bendahara dilakukan dengan aplikasi yang dibuat dan dibangun oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (baca: SILABI). Akan tetapi, tidak ada pasal yang secara ekplisit mengatur sanksi terhadap bendahara yang membuat pembukuan tidak dengan menggunakan aplikasi yang dibuat dan dibangun oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Eh, mungkin saya kurang teliti membaca dan kurang bijaksana dalam menafsirkan, silahkan baca sendiri dan konsultasikan dengan pihak yang berwenang. Copy paste dari postingan blog saya sendiri membukukan pada Buku Kas Umum, membukukan lagi ke dalam Buku-buku Pembantu. - See more at: http://www.aplikasi-bendahara.com/#sthash.HQX1Vfyf.dpuf membukukan pada Buku Kas Umum, membukukan lagi ke dalam Buku-buku Pembantu. - See more at: http://www.aplikasi-bendahara.com/#sthash.HQX1Vfyf.dpuf

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun