Mohon tunggu...
thomas edison soinbala
thomas edison soinbala Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Jika kemarin adalah luka, maka usahakan agar hari ini adalah obatnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apollinaris Dari Laodikia Tentang Kemanusiaan Yesus

4 Mei 2024   23:56 Diperbarui: 5 Mei 2024   05:34 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apollinaris Dari Laodikia Tentang Kemanusiaan Yesus

Berbicara mengenai Yesus Kristus berarti berbicara tentang Kristologi. Untuk menelisik kedudukan Yesus Kristus dalam ajaran gereja khususnya sebutan atau gelar ANAK MANUSIA, selain kitab suci, dogma tentang kristologi (dasar dari dogma Kristologi adalah Kitab Suci dan tradisi serta kesaksian dan pengalaman dari yang hidup di zaman Yesus) menjadi acuan yang sangat penting. Sejak pra-abad ke-IV & V hingga pasca, Kristus sudah masif dibicarakan oleh banyak tokoh yang kemudian menghasilkan ajaran yang dipegang hingga sekarang. 

Dalam proses mendefinisikan-Nya, banyak yang salah memahami gelar Yesus sehingga oleh gereja, mereka diasingkan serta ajaran mereka digolongkan sebagai ajaran sesat atau bidaah yang patut diperangi dan dihindari. Dalam buku Teologi Sistematika 1 yang ditulis oleh Prof. Dr. Nico Syukur Dister, OFM, berbicara banyak mengenai Kristus dalam Kristologi dalam hal ini mengenai ke-Tuhan-an dan ke-Manusia-an Yesus Kristus yang sepenuhnya termuat dalam bab 3.  Dalam konteks ini, akan membahas mengenai gelar Anak Manusia yang disematkan kepada Yesus menurut pandangan Apollinaris dari Laodikia. Sebanyak 69 kali dalam injil sinoptik Yesus menyebut diri-Nya Anak Manusia sedangkan kitab perjanjian baru secara menyeluruh, menyebut Yesus sebagai Anak Manusia sebanyak delapan puluh delapan kali[1]

Pembicaraan tentang Yesus sebagai Anak Manusia merujuk dari kesaksian Yesus sendiri. Ia menyebut diri-Nya sebagai anak Manusia untuk mempertegas otoritas-Nya sebagai Tuhan dan penyelamat (bdk. Luk. 12:8, Mat. 10:32). Dikaji dari latar belakang Yahudi, ucapan Yesus tentang Anak Manusia tidak begitu dipedulikan di gereja yang sedang berkembang. Hal ini baru dibahas pada zaman patristik. 

Para Bapa Gereja menggunakan sebutan ini sebagai acuan untuk menyelidiki sisi kemanusiaan Yesus dan membedakannya dari keilahian-Nya atau eksistensinya sebagai Putera Allah[2]. Artinya kemanusiaan Yesus mulai dipertegas dalam gereja ketika ajaran-ajaran sesat seperti arianisme merasuk cara pandang publik mengenai eksistensi Yesus yang adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. 

Pada abad V salah satu tokoh yang membahas jiwa manusiawi Yesus/Anak Manusia (gelar Anak Manusia oleh para Bapa Gereja digunakan untuk melihat sisi kemanusiaan Yesus Kristus) adalah Apollinaris dari Laodikia.  Apollinaris adalah juga tokoh yang membela syahadat Nikaia, cekatan melihat bahaya pemisahan ketuhanan dan kemanusiaan Kristus yang baginya adalah dualisme yang dapat memecah belah kesatuan pribadi Yesus. Ia memerangi para lawannya yang mengajarkan adanya dua Putera dalam Yesus, yakni Putera Allah dan Putra Maria. Pandangan itu menegaskan bahwa Putera Allah demi kodrat dan Putera Allah karena harus diangkat. 

Menentang ajaran ini, Apollinaris menegaskan bahwa kitab suci tidak pernah membeberkan dualisme dalam pribadi Yesus melain hanya satu saja. Sama seperti teman seperjuangannya Athanasius, Apollinaris mempertimbangkan soteriologi yang mengatakan bahwa apabila Yesus yang dilahirkan Maria dan yang disalibkan itu hanya seorang manusia dan bukan Tuhan, maka tiada hidup ilahi di dalam-Nya dan tidak selamatlah kita bila dibaptis dalam kematian seorang manusia belaka[3]. 

Apa bila Yesus yang dilahirkan oleh manusia (Maria) dan yang wafat di salib itu benar-benar manusia dan bukan Tuhan maka baptisan yang kita terima adalah kesia-siaan belaka. Yang pasti bahwa pribadi Yesus adalah benar-benar manusai dan benar-benar Allah. Sisi kemanusia Yesus secara teologis adalah bentuk solidaritas Allah kepada manusia. Allah melalui wahyu-Nya, Ia menjadi manusia untuk mengalami betapa sakit dan rapuhnya manusia yang hidup di dalam dosa. Sementara ke-Allah-an Yesus merupakan kodrat. Yesus yang disalibkan itu wafat lalu pada hari ketiga Ia bangkit dari antara orang mati untuk mengantar manusia pada kemenangan mutlak atas dosa yang dirintis oleh manusia itu sendiri.

Dengan pertimbangan soteriologis dan untuk melihat secara saksama kesatuan antara Logos ilahi dan kemanusiaan Yesus, Apollinaris mengembangkan Kristologi berdasarkan pola inkarnasi. Allah telah menjadi manusia/daging atau Allah yang mengenakan daging. Ungkapan ini tidak semata-mata dimengerti secara doketis seolah-olah bahwa daging itu kamuflase dan kehampaan Allah yang sedang berkeliaran di bumi. Sebaliknya justru menegaskan persekutuan dari Allah dan daging sejak pra-eksistensi Yesus. 

Dengan demikian daging atau kemanusiaan Allah bukan tambahan dalam pribadi Yesus atau daging bukanlah suatu gambaran mutlak dari Yesus, melainkan kemanusiaan Yesus adalah satu dengan ke-Allah-an-Nya. Kemanusiaan dan keilahian Yesus menyatu dalam diri Yesus, menjadi satu realitas saja. Hanya ada satu kodrat dalam Yesus "satu kodrat Logos ilahi telah menjadi daging[4]. Walau demikian, Apollinaris juga memiliki kesalahan dalam pandangan mengenai pribadi Yesus. Apollinaris mencacatkan kemanusiaan Yesus yang baginya kemanusiaan Yesus hanya sekadar ada dan melekat pada keilahian Yesus. Ia beranggapan bahwa kemanusiaan Yesus lebih pasif ketimbang Logos yang aktif. 

Agaknya pandangan Apollinaris mengikuti Plato. Ia mengatakan bahwa manusia terdiri dari tubuh (soma), Jiwa (psyke) dan roh (nous). Dari tiga unsur ini, jiwa adalah yang irasional (psykhe alogike) sedangkan roh atau pikiran sebagai jiwa yang rasional (psykhe logike) sebagai asas yang mengontrol serta menemukan. Bertolak dari pandangan ini, Apollinaris menegaskan bahwa di dalam Kristus terdapat tubuh insani dan jiwa irasional, sedangkan jiwa rasional atau roh insani diambil oleh logos ilahi. Artinya bagi Apollinaris, Yesus bukanlah sebagai inkarnasi tetapi Yesus hanya mengambil daging saja, hanya satu tubuh yang dijiwai oleh yang irasional. Artinya jiwa rasional itu diganti oleh sabda Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun