Berbicara tentang filsafat ontologis berarti mau menyelidiki sesuatu dalam sudut pandang metafiska umum atau yang disebut filsafat pengada dan dasar-dasar kenyataan dari segala realitas. Menurut Aristoteles mencari kebenaran absolut tidak bisa meniadakan dunia fisik, sebab dunia fisik memiliki kenyataan yang sungguh-sungguh. Dengan kata lain bahwa objek material memiliki peranan yang penting bagi filsafat untuk menyelidiki kebenaran seutuhnya. Pada dasarnya dalam kebuadayaan memiliki benda-benda megalit. Benda-benda megalit ini tentunya memiliki makna tersendiri bagi budaya tertentu. Ini merupakan sebuah objek material yang bagi suku tertentu memiliki nilai atau makna bagi kehidupan suku tersebut.
Salah satu budaya yang memiliki benda megalit tersebut adalah budaya Nias. Benda megalit hg lasara merupakan bentuk material yang ditampilkan dengan sosok yang menyeramkan. Benda megalit tersebut dapat kita temukan salah-satunya yakni dalam arsitektur pembangunan rumah adat Ono Niha. Setiap rumah adat yang dihiasi dengan ukiran lasara menyingkapi identitas dari pemilik rumah, yakni 'Siulu' (kepala kampung). Upaya ini tidak hanya terjadi pada budaya materinya saja, melainkan mencakup adat-istiadat, perilaku kepercayaan, serta konsepsi kepercayaan yang mengacu pada kekuatan supernatural.
Objek Material hg lasaraÂ
Kepercayaan kuno Ono Niha terhadap roh-roh leluhur yang termanifestasi dalam bentuk benda, entah batu, kayu, dan benda-benda megalit lainnya, masih meninggalkan jejak yang dapat dilihat sampai sekarang ini. Salah satu dari benda megalit tersebut adalah lasara. Bentuk lasara yang diukir dalam bentuk kepala makhluk mistis dapat dilihat secara fisik dalam budaya Ono Niha. Lasara menampilkan sosok menyeramkan yang merupakan  penggabungan dari bentuk burung, naga, dan harimau.
Bentuk material yang ditampilkan sebagai sosok yang menyeramkan disebut hg lasara artinya adalah kepala perahu (kepala lasara). Ciri-ciri dari benda megalit tersebut yakni di bagian kepala terpasang sepasang tanduk di samping kiri dan kana, memiliki bibir yang menonjol ke depan, memiliki gigi dan taring yang tajam dan panjang serta mulut yang terbuka lebar dengan lidah menjulur ke luar bagi makhluk mistis yang sangat menyeramkan ini. Penggambaran suatu makhluk mistis dengan menampilkan sosok yang menakutkan yang disebut lasara tentu mempunyai makna dalam kepercayaan primitif suku Nias. Dengan kata lain bahwa memiliki sifat metafisik yang dijadikan oleh suku Nias sebagai patokan hidup mereka.
Sifat metafisik atau makna hg lasara bagi Suku Nias
Istilah hg lasara berasal dari bahasa Nias sendiri yakni, hg artinya adalah kepala, sedangkan lasara artinya perahu. Maka hg lasara adalah kepala dari perahu atau ujung dari muka perahu. Benda megalit ini dapat saja dipandang dari segi fisik merupakan tampilan dari sosok makhluk yang menyeramkan. Akan tetapi di balik bentuk ukiran lasara tersebut terdapat begitu banyak ide-ide bahkan lasara itu sendiri menjadi gudang gagasan dan pemikiran yang dapat dijadikan patokan hidup oleh masyarakat Nias itu sendiri, misalnya sebagai saran pengetahuan sistematis, ekspresi seni, dan terutama adalah sebagai penjaga dan pelindung bagi masyarakat Nias sendiri.
Bentuk makhluk dalam wujud yang menyerupai beberapa gabungan dari jenis-jenis binatang tertentu oleh suku Nias merupakan manifestasi dari keyakinan mereka akan sifat yang trasendental dengan kata lain bahwa ada sesuatu yang sifatnya supernatural yang dapat menjaga dan melindungi setiap orang Nias. Berkenaan dengan apa yang dikatakan oleh Thomas Aquinas bahwa kesempurnaan ontologis dibedakan dua jenis sifat. Pertama sifat murni dan kedua sifat campuran. Thomas Aquinas mengatakan bahwa sifat pengada murni yakni dari dirinya sendiri tidak mengandung aspek kekurangsempurnaan. Sementara campuran dari dirinya sendiri (secara formal) tidak sempurna. Inilah yang disebut dengan pengada material.
Berangkat dari dua sifat ontologis di atas, sejalan apa yang dikemukakan oleh Scheuer bahwa semua sifat pengada termasuk aktivitas mengadanya berlainan satu dengan yang lain menurut tarafnya masing-masing. Meskipun demikian otonomi dan korelasi adalah sifat hakiki dari setiap pengada. Dari sifat hakiki inilah yang ditampakkan dalam refleksi dunia kebudayaan suku Nias berkenaan dengan hal-hal yang diyakni supernatural. Oleh karenanya sangatlah masuk akal apabila orang Nias sering menggunakan hg Lasara sebagai jimat mereka yang dipasang di berbagai berbagai tempat, misalnya rumah atau disebut omo nifolasara, pedang balatu nifolasara, peti mayat hasi nifolasara, gerbang desa bawa gli nifolasara, dan osa-osa. Karena keyakinan ini ditampakan korelasi antara otonomi pengada kekurangsempurnaan dan yang sempurna.
Bertolak dari yang dikemukakan di atas apabila dihubungkan dengan refleksi orang Nias tentang dunia kosmos, tampakalah otonomi masing-masing pengada sebagaimana dikemukakan oleh Aquinas sebelumnya. Pengada sempurna yang diyakni oleh orang Nias adalah Lowalangi dan Latura dan. Kedua pengada sempurna ini diyakini merupakan makhluk supernatural yang menjaga dunia langit dan bawah bumi orang Nias. Lowalangi berkuasa atas dunia atas atau langit dunia orang Nias, sementara Latura dan sebagai penjaga dunia bawa bumi Nias. Sementara pengada campuran (secara formal) tidak sempurna ialah dunia tengah sebagai tempat tinggal manusia.