Mohon tunggu...
Thomas Arya J
Thomas Arya J Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu sosial & Ilmu politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rasisme dan Hubungan Internasional

5 Juni 2023   09:16 Diperbarui: 5 Juni 2023   09:21 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rasisme institusional merupakan dimensi rasisme yang terjadi dalam lembaga-lembaga, kebijakan, dan praktik secara sistematis yang mempengaruhi serta merugikan individu maupun kelompok ras tertentu. Rasisme institusional memiliki cakupan yang lebih luas dikarenakan memiliki kaitan dengan struktur dan mekanisme yang melekat dalam sistem sosial. 

Rasisme sistemik merupakan rasisme yang mengacu pada sistem sosial dan struktur kekuasaan yang secara sistematis mempengaruhi ketidaksetaraan rasial. Rasisme sistematik juga dikenal sebagai rasisme struktural dimana rasisme ini tertanam dalam struktur sosial dan mempengaruhi kesempatan atau akses seseorang berdasarkan ras, hal ini mencakup ketidakadilan ekonomi, pendidikan yang tidak merata, dan perbedaan perlakuan oleh lembaga-lembaga pemerintah. 

Sentimen Publik Terhadap Keturunan Asia di AS

Gerakan anti-Asia bukanlah hal yang baru lagi ditelinga di dunia ini, terutama di Amerika. Sentimen publik negeri paman Sam ini terhadap orang keturunan Asia sudah menjadi momok yang terus bermekaran meskipun berbagai kebijakan anti-rasisme telah ditetapkan oleh pemerintahan AS. 

Rasisme ini bermula ketika awal 1850-an migrasi besar-besaran yang dilakukan oleh orang-orang keturunan Tiongkok ke Amerika guna mencari pekerjaan. Jumlah para imigran ini juga tidak bisa dibilang sedikit. Kebutuhan perusahaan AS dalam bidang pertambangan dan konstruksi akan tenaga kerja yang dapat bekerja secara maksimal dengan upah yang tidak sebanding, kala itu juga terbilang tinggi. Akibatnya, migrasi ini pun berlangsung selama beberapa tahun berturut-turut dengan kapasitas imigran yang besar. Karenanya, muncullah suatu kalimat rasis berkedok kiasan yang berbunyi "orang Asia datang untuk mencari pekerjaan orang kulit putih."

Gerakan anti-Asia ini tidak berhenti disitu saja, sentimen ini juga kemudian turut merambat ke dalam tubuh pemerintahan AS kala itu, hingga puncaknya pada 1854 mahkamah agung California memutuskan bahwa orang-orang dengan darah Asia tidak bisa dan tidak memiliki hak untuk menjadi saksi dalam pengadilan yang melawan orang kulit putih. 

Keputusan ini secara tidak langsung menciptakan status kebal hukum bagi orang kulit putih dalam berhadapan dengan orang keturunan Asia, dan tentunya juga berdampak terhadap keturunan Asia yang akhirnya tidak memiliki jaminan hukum untuk melangsungkan kehidupannya di California. Salah satu kasus orang putih kebal hukum akibat diterapkannya kebijakan ini kala itu ialah melayangnya nyawa Ling Sing, seorang imigran asal China, akibat dibunuh oleh George Hall yang akhirnya lolos dari hukuman yang seharusnya ia dapatkan karena para saksi ditolak kesaksiannya karena berdarah Asia.

Perilaku-perilaku diskriminatif serupa pun tak berhenti disitu saja, malahan kian hari kian parah dan berskala besar. Perlakuan merugikan yang diterima keturunan Asia di negeri paman Sam ini terus-terusan terjadi, seperti pembantaian orang Tionghoa pada 24 Oktober 1871 yang merenggut setidaknya 17 nyawa yang terdiri dari laki-laki dan juga anak laki-laki berdarah Tionghoa oleh orang kulit putih, pengkambinghitaman orang berdarah Asia sebagai penyebab keruntuhan ekonomi AS pada 1870-an  dan kemudian berbuah peraturan yang melarang imigran China memasuki AS selama 60 tahun lebih dan berakhir pada 1943, serta pembantaian Rock Springs pada 1885 yang menelan 28 korban jiwa dan membumihanguskan sekitar 79 rumah.

Tidak cukup sampai disitu, saat San Francisco dilanda suatu wabah tak dikenal, masyarakat keturunan Asia pun dituduh sebagai penyebab dari bencana kesehatan ini hanya karena korban pertama yang dilaporkan karena wabah ini adalah seorang berdarah China. Perlakuan yang sangat merugikan ini terus berlanjut dan semakin parah hingga perang perang dunia II antara pecah yang menyebabkan penyanderaan terhadap keturunan Asia karena dicurigai sebagai mata-mata Jepang. Para sandera ini diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi, namun pada akhirnya tidak satupun dari sandera tersebut terbukti sebagai mata-mata.

Setelah perang dunia II berakhir, diskriminasi ras ini masih terus saja berlanjut dalam berbagai bentuk. Diskriminasi besar-besaran AS terhadap keturunan Asia kembali memuncak ketika wabah Covid-19 menyebar di seluruh dunia.

Seperti wabah San Francisco, warga China kembali dituduh sebagai dalang dari kemalangan ini hanya dikarenakan wabah ini pertama kali ditemukan di Wuhan, China. Gerakan anti-Asia selama pandemi pun kian memanas setelah presiden AS kala itu, Donald Trump, tanpa henti mengatakan corona sebagai "Virus China" yang tentunya memperparah Asian hate yang kemudian juga ditelan mentah-mentah oleh masyarakat dari negara-negara lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun