Saya adalah penggemar sepak bola. Sejak kecil saya suka sekali main sepak bola, lihat pertandingan sepak bola di TV, dan mengikuti berita-berita olahraga khususnya sepak bola baik di TV, koran, ataupun majalah lainnya. Setelah dewasa saya jarang bermain sepak bola lagi tetapi masih rajin bahkan tambah rajin malahan, mengikuti berita sepak bola khususnya perkembangan klub favorit Liverpool FC.Â
Frekuensi tertinggi saat nonton pertandingan Liverpool FC di TV adalah saat masih SMA. Sekarang sudah kerja, memang masih sering nonton Liverpool di TV tapi sudah berkurang tidak seperti dulu lagi. Dulu pokoknya harus nonton tapi sekarang lihat-lihat kondisi, jika kondisi sehat dan tidak capek, pertandingan Liverpool FC dini hari pun diusahakan nonton.
Saya juga suka suporter Liverpool FC. Menurut saya suporter LFC adalah yang terbaik di dunia. Sebelum Liverpool FC main biasanya ada lagu yang wajib dikumandangkan oleh para suporter. Lagu yang menjadi semboyan hidup bagi Liverpool FC sendiri, yakni You'll never walk alone. Kalau sudah mendengar lagu itu hati ini bergetar sekaligus terharu. Ada beberapa moment saat pertandingan LFC berkat lagu tersebut yang awalnya Liverpool dalam kondisi tertinggal berhasil membalikkan keadaan dan pada akhirnya berhasil memenangkan pertandingan. Lagu tersebut menyimpan aura yang positif dan akan menyemangati bagi siapapun yang mendengarnya.
Beda dengan Liverpool dan klub yang ada di Indonesia atau tepatnya di daerahku sendiri. Entah mengapa saya tidak terlalu tertarik dengan klub di daerahku. Jangankan lihat langsung ke stadion yang bisa ditempuh 45 menit dari rumah, bahkan lihat di TV pun jarang. Memang saya akui, sebenarnya suporter di luar negeri khususnya di daerah Eropa atau Amerika itu ada sisi sadisnya, ada sisi negatifnya, ada sisi kejamnya yang mungkin kalau mau ditelusuri dan dibandingkan pasti melebihi suporter yang ada di Indonesia.Â
Tapi sejak kecil yang selalu melihat rombongan suporter di jalan raya ataupun berita di TV/ koran, yang memperlihatkan sikap anarkis, brutal, tak tahu aturan, sering tawuran/ berkelahi antar suporter, dan hal-hal negatif lainnya. Membuat saya tidak lagi menyukai dunia suporter sepak bola di Indonesia. Saya sangat bangga dan kagum dengan suporter Bangsa ini saat bersatu padu mendukung Timnasnya main. Tapi jika melihat dan menelusuri lebih dalam suporter klub-klub rasanya miris.
Apalagi jika melihat usia para suporter yang mendukung klub-klub di daerah. Banyak di antaranya yang masih usia SMP atau SMA. Pernah suatu ketika saya pulang kerja di jalan bertemu dengan rombongan suporter bola, mereka memakai atribut lengkap seperti biasanya dan terlihat jelas banyak di antara suporter tersebut masih anak sekolah. Lain lagi di tempat kerja saya, di sekolah. Banyak peserta didik di sekolah yang selalu memakai atribut (baca: kaos) bola klub setempat. Kadang mereka pun terbawa sampai membuat stiker atau baner yang isinya mencerminkan sekelompok suporter klub setempat.Â
Masih ada lagi foto-foto media sosial mereka yang juga banyak menunjukkan kegiatan saat menonton bola di stadion setempat atau saat berkumpul dengan kelompok suporter bola setempat. Miris rasanya hati ini melihat semua foto anak didik saya seperti itu. Ada apa dengan pendidikan di Indonesia ini?, Apakah di daerah lain juga seperti ini?,Â
Mengapa saya merasakan di daerah lain di Indonesia juga tak jauh beda dengan kondisi ini. Saya bangga dengan suporter sepak bola Indonesia-sangat bangga! Tapi tidak seperti ini!. Di tengah meriahnya dan kompaknya suatu suporter sepak bola kita, ternyata peserta didik di sekolah banyak menjadi korbannya. Kadang-kadang saya mengalami, ada peserta didik yang rela bolos les di sekolah hanya demi melihat dan mendukung klub kebanggaannya.
Saya juga menduga banyaknya aksi tawuran antar pelajar atau sekolah salah satu alasanya karena perbedaan klub yang dibela. Tawuran, ujaran kebencian dengan kelompok lain yang berbeda, ternyata tanpa kita sadari atau tidak, sudah tertanam sejak dini di generasi Bangsa ini. Lewat kegiatan suporter memang diajarkan suatu kebanggaan dan kekompakkan antar anggota sesama suporter tetapi dengan suporter klub lain? Rasa benci, rasa tak mau kalah, rasa klub yang dibela adalah klub terhebat di dunia sudah muncul lewat kegiatan semacam ini.Â
Bandingkan dengan partai politik? Kalau partai-partai diibaratkan sebuah klub sepak bola bagaimana jadinya? Tidak perlu dijelaskan panjang lebar lagi, pasti sudah tahu jawabannya. Apakah perbedaan di dunia ini sungguh indah? Apakah mereka (baca: anak-anak sekolah) itu tahu? Bagaimana dengan orang tua atau kita sendiri? Apakah kita benar-benar menyadari perbedaan itu indah? Atau malah sebaliknya?
Salam.