Baru-baru ini di Jogja, sedang banyak terjadi kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng. Geng ini biasa disebut dengan aksi klithih. Aksi geng ini biasanya dilakukan pada malam hari. Yang membuat miris ternyata aksi ini banyak dilakukan oleh kaum muda khususnya pelajar. Masih hangat di telinga aksi klithih oleh sekelompok pelajar SMA di Jogjakarta yang mengakibatkan kematian salah satu pelajar SMA lain di Jogjakarta.Â
Aksi klithih  yang menjurus kekerasan ini ada yang bermula dari segerombolan anak muda/ pelajar yang awalnya hanya berpapasan di jalan dengan segerombolan anak muda lain yang beda geng/ sekolah, tidak tahu ada niat jelek apa tidak hanya karena saling tatap kemudian salah satu pihak merasa tersinggung dan tidak terima akhirnya terjadilah perkelahian.Â
Atau ada lagi seseorang berboncengan dengan temannya sedang keluar rumah tengah malam kemudian berhenti di jalan entah karena mau buang air kecil atau bagaimana tiba-tiba diserang segerombolan geng yang bersenjata tanpa tujuan yang jelas. Sungguh miris hati ini melihat dan mendengar berita aksi klithih ini. Apa yang sedang terjadi dengan pelajar/ kaum muda generasi penerus bangsa pada akhir-akhir ini?, Kenapa dengan mereka?, Apa meraka tidak punya hati?, Sampai tega membacok orang lain hingga meninggal. Itu mungkin beberapa pertanyaan yang muncul di pikiran kita sebagai orang yang lebiih dewasa/ tua.Â
***
Kebetulan saya ini seorang guru. Saya ingin menceritakan hal-hal yang terjadi di sekolah (khususnya terjadi di sekolah saya). Saya memang belum lama menjadi guru baru mau jalan tiga tahun ini tepatnya. Tetapi itu cukup untuk membuatku tahu seluk-beluk kondisi dan keadaan siswa-siswi di sekolah tempat saya bekerja. Biasanya siswa/ siswi yang cenderung "nakal" , kalau ditelusuri ternyata kehidupan di keluarganya juga tidak beres.Â
Apa yang dimaksud tidak beres disini adalah ada yang keluarganya broken home, orang tuanya cerai, orang tua selingkuh, tinggal dengan orang tua yang single parent, gaya hidup orang tua yang tidak baik, perbuatan orang tua yang tidak baik, dan masih banyak lagi. Pernah ada salah satu siswa yang saya ajar. dia tidak mau potong rambut atau kalau disuruh potong rambut itu sulit selalu banyak alasan ini itu dan lain sebagainya.Â
Eh, ternyata orang tuanya (baca: ayahnya) berambut gondrong. Hal ini saya ketahui setelah penerimaan raport. Ayahnya yang berambut gondrong datang ke sekolah untuk mengambilkan raport. Ada lagi siswa/ siswi yang disemir merah rambutnya, selalu sudah diingatkan bahwa tidak boleh menyemir/ mengecat rambutnya. Eh, ternyata orang tuanya (baca: ibunya) berambut pirang kemerah-merahan, yang lebih parah bukan hanya sedikit tetapi hampir semua rambutnya. Lho??? lha ini piye?. Kadang saya sebagai guru sudah memberikan teladan cukup baiklah, misalnya: tidak berambut gondrong, tidak menyemir/ mengecat rambut, tidak merokok, dsb. Saya juga sudah mau menegur dan jika masih ada yang ngeyel ditegur dengan keras atau pun diberikan ceramah bahwa hal seperti itu tidak baik, dsb. Tetapi hal tersebut seperti tidak ada artinya. Lha mau bagaimana lagi, ayahnya berambut gondrong, ibunya rambutnya semiran.Â
Terus kami bisa apa?, percuma memberikan nasihat ini itu di sekolah tetapi ternyata orang yang paling dekat dengan siswa/siswi itu tidak memberikan teladan yang baik bagi putra-putri mereka sendiri. Ada lagi siswa yang tak kalah "nakal"nya, pas pulang sekolah dia mampir di angkringan (baca: warung koboi) masih memakai seragam dengan santainya merokok. Akhirnya dipanggil oleh guru BK di sekolah, diberi sangsi, poin dan sebagainya tetapi hal ini tidak membuatnya jera. Eh... lain hari berikutnya dia melakukan hal yang sama lagi. Kadang kami para guru (hehe mewakili guru-guru yang lain mungkin atau hanya tempatku saja) berpikiran, "hah biarkan saja mereka seperti itu, lha mau bagaimana lagi, orang tuanya saja tidak memberikan contoh yang baik.Â
Biarkan saja mereka, cuekkan saja mereka nanti malah menambah beban pikiran." Dan kalau memang siswa/ siswinya sudah keterlaluan "nakal"nya maka kami cuekkan saja, dibiarkan tetap mengalir sambil menahan sakit hati. Kenapa tidak dikeluarkan langsung saja? haha... apa boleh??... Atau ada siswi yang sikapnya tidak baik (baca: tidak sopan), misalnya: duduknya tidak baik, dsb. Eh... ternyata dia tinggal sama ibunya saja (baca: single parent). Dan sikap ibunya ( baca: gaya hidupnya) tidak baik (terkesan glamor, ini itu, dsb). Huh... beginikah beratnya jadi guru?, hehe saya sekarang benar-benar tahu yang sesungguhnya dan merasakannya langsung.
***
Dulu saat saya masih duduk di bangku SMA, guru Biologi saya pernah menjelaskan bahwa sifat-sifat orang tua itu akan diturunkan kepada anak-anaknya. Tak terkecuali tingkah lakunya, seperti jika orang tuanya hamil duluan karena pergaulan yang salah, maka kemungkinan besar nanti anaknya juga akan seperti itu. Atau jika orang tuanya suka selingkuh, kemungkinan besar anaknya nanti akan melakukan hah yang sama. Itu kata guruku. hehe... tetapi kalau dipikir-pikir lagi memang ada benarnya.