Mohon tunggu...
Tholut Hasan
Tholut Hasan Mohon Tunggu... Guru - Maaf

Maaf

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tips Mengetahui Rahasia Allah

17 Juni 2019   07:59 Diperbarui: 17 Juni 2019   08:07 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ulama sufi selalu mempunyai sudut pandang lain yang menakjubkan dalam hal ibadah. Seperti anjuran untuk berdoa kepada Allah berharap meminta perlindungan dari masuk neraka dan mengharap untuk masuk surga. Namun golongan sufi mempunyai cara pandang lain, yaitu enggan untuk berdoa, karena berdoa itu adalah meminta kepada Allah, seakan kurang merestui dari apa yang telah diberikan Allah dan tidak merasa cukup pada hadiah Allah.

Di sini penulis bukan menyimpulkan kalau ulama sufi tidak mau berdoa, mereka tetap berdoa, hanya sebatas menjalankan perintah dan sebagai bentuk menghamba kepadaNya tanpa mengharap doa itu diterima.

Begitu juga dengan shalat. Shalat yang diartikan sebagai aqwalun wa af'alun, malah diartikan lain oleh ulama sufi. Mereka mengartikan pada sudut pandang yang sulit dijangkau oleh kebanyakan orang. Sekalipun ulama sufi mempunyai arti sendiri, mereka tidak menafikan pada arti yang pertama (aqwalun wa af'alun).

Ibnu 'Athaillah as-Sakandari dalam Syarhul Hikam mendefisinikan shalat dengan menyucikan hati dari dosa-dosa dan pembuka gerbang yang di dalamnya dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan yang tersembunyi.

Arti demikian mengandung dua perjalanan (suluk), yaitu menyucikan hati dari kotoran dan terbukanya gerbang ghaib. Untuk bisa sampai pada yang kedua, haruslah urut dan tertib. jika hati bersih dari kotoran, bersih dari selain Allah dan suci dari secuil dosa-dosa, maka akan terbuka satir (penutup hati) dan bisa mengetahui rahasia Allah yang tidak diketahui orang lain. Tidak mungkin bisa mengetahui rahasia Allah jika hati masih banyak sesuatu selain Allah dan penuh dosa-dosa.

Selanjutnya Ibnu 'Athaillah as-Sakandari membeberkan lebih luas lagi, bahwa shalat adalah tempat bermunajat seorang hamba kepada Allah. Sebagai tempat mengembalikan semua hajat, urusan dan lain sebagainya kepada Sang Pencipta. Ini adalah gambaran munajat hamba kepada Tuhan.

Jika hamba sudah bermunjat kepada Allah, maka hamba akan mengetahui rahasia Allah yang tersembunyi dan mendapatkan ilmu wahbiah. Ibnu 'Athaillah as-Sakandari mengistilahkan dengan munajatnya Tuhan kepada hamba.

Selain itu, shalat juga tempat sumber dari segala belas kasih hamba kepada Tuhan. Taat dan rutin menghadapNya dan menyerahkan seluruh dhahir dan bathin, serta tidak tercampuri oleh afat dunia. Jika hamba sudah seperti demikian, maka Allah menjadi belas kasih kepada hamba dengan memberikan keutamaan yang besar. Sekarang yang perlu ditanyakan pada diri kita, sudahkan seperti ini shalat kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun