ISYARAT TEROMPET
terompet itu telah aku tiupkan
menjadi genderang
kembali ke medan
sebenar-benarnya pertempuran
naga kupilih sebagai awal
lidah apinya menjelma pemantik
semangat juang yang meredam
hingga kembali berkobar
dari ruang yang paling akar
lalu seekor burung kugenggam
sayap-sayapnya mengepak mimpi
mimpi yang terbenam
di antara kelu lidah dan nafas yang
kuhirup-hembuskan dalam
dalam diam
diam
dan kupu-kupu pun berterbangan
di antara bebunga yang layu dan
berjatuhan di sebidang tanah yang
pernah kusketsa menjadi taman
tempat bermain anak cucuku nanti
namun akhirnya kerucut
kembali melukis wajah-wajah kecut
dan aku semakin tertunduk
setelah mendongak tajam
menatap ujungnya yang runcing
lalu kuhitung kembali
seikat terompet yang telah kupegang
barangkali ada yang kurang dari
ragam rupa yang kupesan jauh
sebelum tahun baru itu
lambaikan tangan
tawarkan perubahan
- dan satu rupa benar-benar terlewatkan -
sementara aku hanya bergumam
"sudahlah, Riyan. barangkali saksofon itu kan datang
belakangan. bukan untuk kau perjualbelikan
sebab ia datang sebagai teman. dengan indah nada-
nada yang ia lahirkan, kelak"
Purwokerto, Desember 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H