Mohon tunggu...
Thirza Gianina Adirani
Thirza Gianina Adirani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitaa Airlangga

vetmed student.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Distribusi Vaksin ke Negara Terbelakang Belum Merata

6 Juli 2022   18:25 Diperbarui: 6 Juli 2022   18:33 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pandemi virus Corona atau Covid-19 telah menghancurkan ekonomi, memberikan dampak besar pada bidang pendidikan, bahkan merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia. Sejauh ini, negara-negara kaya mampu membeli vaksin daripada negara miskin. Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyoroti masalah ketimpangan vaksinasi antara negara maju dengan negara terbelakang. Tak lain sebabnya karena akses dan distribusi vaksin yang tidak merata. WHO menilai negara kaya memvaksinasi kaum muda yang risiko terpapar covid-19 lebih kecil, sementara negara miskin sangat kekurangan stok vaksin.

Menurut data WHO, negara-negara maju mampu memberikan sekitar 50 dosis untuk 100 orang pada bulan Mei 2021. Sedangkan negara-negara terbelakang hanya mampu memberikan 1,5 dosis untuk setiap 100 orang. Hal ini terjadi karena kurangnya stok vaksin tersedia. Oleh karenanya, WHO menyuarakan keprihatinan mengenai distribusi vaksin global yang tidak merata tersebut. Badan PBB mengatakan bahwa negara miskin hanya mampu mendapatkan 0,2% dari jumlah vaksin yang ada. WHO telah memulai proses distribusi vaksin virus Corona ke negara-negara miskin sejak bulan Februari 2021 lalu. 

Negara-negara miskin dan menengah dapat menerima distribusi vaksin pertama dari program pengadaan vaksin bersama COVAX. COVAX (Covid-19 Vaccines Global Access) dibentuk dengan tujuan untuk mengkoordinasikan sumber daya internasional untuk membolehkan akses setara dari diagnostik, pengobatan dan vaksin COVID-19. Inisiatif global ini dipimpin oleh Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI), World Health Organization (WHO), Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), dan lainnya.

Harapannya, dua miliar dosis dapat diberikan hingga akhir Desember 2021. Namun, pada kenyataannya setelah dua bulan, tidak satu dosis pun diberikan di antara 2,5 miliar orang miskin di sekitar 130 negara. Masalah ini juga terhalang sejak India menangguhkan eskpor vaksin.

Walaupun persediaan dosis vaksin pertama ditargetkan kepada negara miskin dan berkembang, beberapa dosis juga tetap akan dikirimkan kepada negara maju seperti Kanada. Negara tersebut tetap kukuh untuk mendapatkan pasokan vaksin lebih awal dari COVAX. Mengutip dari laman Our World in Data sudah ada 5,76 dosis vaksin telah disuntikkan secara global per September 2021. Tapi, sekitar 80% dari penerima vaksin berasal dari negara maju terutama benua Amerika, Eropa, dan beberapa negara di Asia dengan cakupan vaksinasi lebih dari 60% dari total populasi. Mirisnya, benua Afrika menjadi paling tertinggal dalam akses vaksinasi Covid-19. Pada Oktober 2021, baru 5% dari total populasi di Afrika yang telah mendapatkan vaksin. Sementar di belahan dunia lain telah mendapatkan 40% dari total populasi. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan target WHO. Ghana menjadi negara pertama yang menerima vaksin di bawah skema COVAX dengan 600 ribu dosis AstraZeneca telah didatangkan ke Kota Accra pada distribusi pertama tersebut.

Menurut WHO, untuk menghentikan Covid-19 akan membutuhkan setidaknya 70% dari populasi global memiliki kekebalan. Dengan dua miliar dosis per tahun, maka butuh waktu bertahun-tahun agar bisa memvaksinasi 70% penduduk dunia dengan perkiraan hampir 8 miliar orang di dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun