"Rahasia pendidikan adalah menghormati sang murid"Â - Ralph Waldo Emerson
KONON satu dari sekian rasionalisasi edukatif yang dikemukakan terkait kualitas pendidikan Finlandia yang mendunia karena di sana tidak dijumpai adanya pekerjaan rumah (PR) dalam aktivitas pembelajaran di sekolah.
Lain di Finlandia, lain di Indonesia. Di sini, guna penguatan atas penguasaan materi ajar; umumnya murid akan diminta untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR) secara mandiri. Hanya saja, akan menjadi kontra produktif ketika hakekat pemberian PR sebagai upaya penguatan proses belajar murid secara mandiri beralih rupa menjadi beban tambahan tersendiri bagi murid. Porsi PR yang tidak proporsional acap menyita waktu istirahat dan mengurangi hak anak dalam bermain.
Mengingat sejatinya bermain merupakan bagian dari dwitunggal kodrat manusia; Homo ludens (makhluk yang bermain), sekaligus Homo sapiens (makhluk yang berpikir). Manusia baru menjadi manusia, saat ia punya waktu untuk bermain, sekaligus berpikir.
Ketika hak siswa untuk bermain menjadi berkurang, karena tersita untuk membuat PR, maka tidaklah mengherankan jika tidak sedikit dijumpai mahasiswa yang cenderung bermain-main saat belajar di bangku perkuliahan. Logikanya sederhana, mungkin mereka kurang bermain saat masih menjadi siswa; karena waktu bermain mereka tersita untuk mengerjakan PR saat masih bersekolah.
Dalam porsi pemberian PR kepada murid, Â pesan dari Samuel Smiles layak untuk disimak dengan seksama, "Bahwa pengalaman yang diperoleh dari buku-buku, meski sering kali berharga, hanyalah memberikan pelajaran tak langsung; tapi pengalaman yang diperoleh dari kehidupan sesungguhnya bisa memberikan kebijaksanaan."
Dialektika dalam menyoal dinamika dunia pendidikan merupakan tema bincang didik yang tak pernah kunjung tuntas dan final untuk dikupas dan diulas. Sekiranya dikupas dan diulas, itupun acapkali menyempit dan menciut maknanya karena aktivitas pendidikan seolah-olah dikerangkakan hanya sebatas pada aktivitas persekolahan.
Hakekat pendidikan senyatanya lebih kompleks; lebih luas, lebih dalam, dan lebih bermakna karena menembus sekat-sekat dimensi ruang dan waktu. Ringkasnya, proses pendidikan nantinya akan berdampak terhadap kelangsungan kehidupan di masa kini dan nanti. Nantinya, aktivitas dan produktivitas pendidikan akan menentukan kualitas dan nasib perjalanan masa depan bangsa. Oleh karenanya, tidaklah berlebihan saat proklamator bangsa ini menyatakan, "Apabila kita tidak mau menjadi bangsa kuli, atau menjadi kuli diantara bangsa -- bangsa; maka kita harus menjadi bangsa yang terdidik."
Di tengah era perubahan yang begitu dinamis; dengan ditandai oleh maraknya pelbagai temuan dan inovasi, akan tiba masa dan waktunya bahwa penemuan terbesar dari generasi ke generasi adalah bahwa manusia diberdayakan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya dengan mengubah pola pikir, pola sikap, dan pola lakunya.
Perubahan secara holistik tersebut (pikir, sikap, dan laku) -- hanya akan memungkinkan terjadi melalui proses pendidikan yang berlangsung secara menyenangkan dan mencerdaskan.Â