Laut Cina Selatan merupakan wilayah perairan yang strategis dan kaya sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi serta jalur perdagangan internasional yang vital. Di kawasan ini, terdapat klaim tumpang tindih oleh beberapa negara, termasuk Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia. Laut Cina Selatan telah menjadi sumber ketegangan dan konflik yang berpotensi mengancam kedaulatan di beberapa negara  Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Konflik ini tidak hanya terbatas pada negara-negara ASEAN yang memiliki batas laut yang berhimpitan, tetapi juga melibatkan China yang mengklaim wilayah Laut Cina Selatan dan Amerika Serikat yang memiliki kepentingan ekonomi dan politik atas wilayah ini. Konflik di Laut Cina Selatan, yang sering kali melibatkan pengerahan kekuatan militer dan ketegangan diplomatik, yang telah menjadi salah satu isu geopolitik paling menonjol di Asia Tenggara.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami beberapa insiden yang terkait dengan Laut Cina Selatan. Contohnya, pada tahun 2013, China mengklaim wilayah Natuna yang berada di wilayah Indonesia, dan TNI (Tentara Nasional Indonesia) mengawal wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya berhadapan dengan konflik di Laut Cina Selatan, tetapi juga dengan kepentingan geopolitik dan ekonomi yang terkait dengan wilayah ini. Untuk menjaga kedaulatan laut, Indonesia harus meningkatkan koordinasi antara pemerintah sipil dan militer. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah meningkatkan kemampuan militernya dengan membeli kapal perang dan senjata modern. Selain itu, Indonesia juga telah meningkatkan kerjasama dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk memantau dan mengawasi aktivitas di Laut Cina Selatan.
Namun, untuk menghadapi ancaman konflik di Laut Cina Selatan, Indonesia juga harus meningkatkan diplomasi dan dialog dengan negara-negara lain yang terkait. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah meningkatkan kerjasama dengan China dan Amerika Serikat untuk memantau dan mengawasi aktivitas di Laut Cina Selatan. Selain itu, Indonesia juga telah meningkatkan kerjasama dengan organisasi internasional seperti ASEAN dan Uni Eropa untuk memantau dan mengawasi aktivitas di Laut Cina Selatan.
Dalam sintesis, ancaman konflik di Laut Cina Selatan terhadap kedaulatan Indonesia dapat diatasi dengan meningkatkan koordinasi antara pemerintah sipil dan militer, meningkatkan diplomasi dan dialog dengan negara-negara lain yang terkait, serta meningkatkan kerjasama dengan organisasi internasional. Dengan demikian, Indonesia dapat mempertahankan kedaulatan laut dan menghindari konflik yang dapat berpotensi mengancam keamanan dan stabilitas nasional.
Bagi Indonesia, meskipun tidak terlibat langsung dalam sengketa utama, terdapat ancaman serius terhadap kedaulatan, khususnya di wilayah Natuna Utara. Karya tulis ini akan membahas ancaman konflik di Laut Cina Selatan terhadap kedaulatan Indonesia dari berbagai aspek, termasuk aspek keamanan, ekonomi, dan diplomatik.
Sejarah Sengketa dan Posisi Indonesia
Sejarah sengketa di Laut Cina Selatan dimulai sejak beberapa dekade lalu ketika Tiongkok, berdasarkan peta sembilan garis putus (nine-dash line), mengklaim hampir 90% wilayah perairan tersebut. Klaim ini tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia di bagian utara Natuna. Indonesia sendiri tidak mengakui klaim Tiongkok tersebut dan berpendirian bahwa tidak ada sengketa teritorial dengan Tiongkok karena Laut Natuna Utara sepenuhnya berada dalam ZEE Indonesia sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Ancaman Terhadap Kedaulatan
Keamanan Maritim
Ancaman paling nyata dari konflik di Laut Cina Selatan adalah terhadap keamanan maritim Indonesia. Kehadiran kapal-kapal militer dan penjaga pantai Tiongkok di sekitar perairan Natuna telah menimbulkan ketegangan. Pada beberapa kesempatan, kapal-kapal tersebut memasuki ZEE Indonesia, yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan. Insiden-insiden ini memaksa Indonesia untuk meningkatkan patroli maritim dan mengerahkan kekuatan militer di wilayah tersebut, yang mengakibatkan eskalasi ketegangan.
Eksploitasi Sumber Daya Alam
Laut Natuna kaya akan sumber daya alam, terutama gas alam. Ancaman dari klaim Tiongkok dapat mempengaruhi eksploitasi dan pengelolaan sumber daya alam ini. Indonesia telah berinvestasi besar dalam pengembangan ladang gas di Natuna. Jika ancaman dari Tiongkok tidak ditangani dengan tegas, hal ini dapat mengganggu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, serta mengurangi pendapatan negara dari sektor energi.
Dampak Ekonomi
Konflik yang berkepanjangan di Laut Cina Selatan dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia. Ketidakstabilan di wilayah ini dapat mengganggu jalur perdagangan internasional yang melintasi Laut Cina Selatan, yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Gangguan terhadap jalur perdagangan ini akan berdampak pada perdagangan Indonesia, mengingat sebagian besar ekspor dan impor Indonesia melewati jalur ini. Selain itu, ketidakpastian geopolitik dapat mengurangi minat investasi asing di sektor maritim dan energi Indonesia.
Upaya dan Tantangan Diplomatik
Indonesia berperan aktif dalam mencari solusi damai untuk sengketa di Laut Cina Selatan melalui diplomasi multilateral dan bilateral. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia mendorong penyelesaian sengketa melalui dialog dan perundingan damai. Salah satu inisiatif penting adalah pembentukan Kode Etik (Code of Conduct/COC) antara ASEAN dan Tiongkok untuk mengatur perilaku di Laut Cina Selatan dan mencegah konflik.
Namun, tantangan diplomatik tetap ada. Tiongkok sering kali menggunakan strategi diplomasi yang kuat (coercive diplomacy) dan taktik salami (salami tactics) untuk memperluas pengaruhnya secara bertahap. Situasi ini menuntut Indonesia untuk terus waspada dan memperkuat kerjasama dengan negara-negara ASEAN lainnya serta kekuatan besar lainnya seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, yang juga memiliki kepentingan dalam menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan tersebut.
Peran Hukum Internasional
Penerapan hukum internasional, khususnya UNCLOS, merupakan fondasi penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia di Laut Cina Selatan. Indonesia harus terus mengadvokasi penegakan hukum internasional dan menolak klaim sepihak yang tidak sesuai dengan UNCLOS. Penguatan kapasitas hukum dan diplomatik untuk menghadapi sengketa maritim juga sangat penting. Indonesia dapat memanfaatkan keputusan Mahkamah Arbitrase Permanen (PCA) pada 2016 yang menolak klaim Tiongkok atas sembilan garis putus sebagai dasar untuk memperkuat posisinya di forum internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H