Menakjubkan, begitulah kesan pertama yang tergambar saat pertama kali tiba di tempat sepupuku. Bagaimana tidak takjub, tempat sepupuku jauh dari polusi, udaranya segar ditmabah sungai mengalir, meski tidak terlalu jernih, namun tetap menakjubkan.
“Assalamualaikum!” sapaku.
“Walaikum salam… oh… ada keluarga jauh! Yuk, masuk, masuk” Makcik* menyambutku.
Begitu sampai di rumah aku disambut hangat, maklum baru pertama kali ke sana semenjak aku berumur empat tahun. Kebetulan hari itu Makcik akan pergi kuliah, jadi hanya aku dan Ari, sepupuku yang akan menjaga rumah.
Dengan hanya memakai kaos dalam dan celana pendek aku menonton TV di atas sofa sambil ngobrol dengan Ari dan melahap kue kue lebaran yang belum habis.
Tiba-tiba teman Ari datang. Dua cewek dan satu cowok. Aku buru-buru ke belakang, ganti baju, jaim dikitlah. Lalu kami ngobrol asyik tanpa topic yang jelas.
“Oh ya, maaf Kak, aku mau ke belakang dulu..” kata Astrea dan Donni. Tinggal aku dan temannya yang tak kalah cantik, Reni.
“Oh ya. Reny sekolahnya kelas berapa? Tiga? Tanyaku melakukan ice breaking.
“Ya, kelas tiga, Kak. Kaka juga kelas tiga, ya?”
“Iya. Tapi ngga usah panggil Kakak gitu donk. Umurnya kan ngga jauh beda!”
Obrolan kami terus berlanjut. Anehnya, kami cepat akrab.
Malamnya, Ari mengajakku ke tempat Astrea, pacarnya.
“Sekalian kamu bisa liat Reny, kan?” ledeknya.
“Apaan!” kataku sambil menaiki motor butut Ari.
Rumah Astrea dan Reni tidak terlalu berjauhan. Malam itu entah kenapa tiba-tiba listrik padam. Agak takut sih, tapi malah enak. Hehehe.]
Tepat di bawah pohon rambutan kami duduk bersama. Semacam double date gitu. Jadi semakin asyik ngobrol berdua. Diiringi bulan purnama yang seolah tanpa malu-malu memancarkan sinar indahnya.
Esoknya, aku beserta sepupu-sepupuku pergi ke mall. kebetulan sepupuku yang lain juga datang. Jadi kami semua ke mall bareng.
Tiba-tiba Ari mendekatiku yang sedang asyik melihat buku-buku karya Jun Shindo.
“Kamu ga beli sesuatu buat Reni?”
“Apaan?” kataku, padahal dalam hati berkata, kenapa tidak?
“Ya, sebagai kenang-kenangan gitu.”
“Iya, ya. Kamu punya saran apa?”
“Aku sih beli ini, mahkota indah buat Astrea.”
Sontak kutarik tangan Ari. Aku minta dia menunjukkanku tempat di mana dia mendapatkan sesuatu seingah itu. Ku biarkan sepupu-sepupuku yang alin terbengong-benggong melihat tingkah kami berdua. Tapi biarlah, aku cuek aja, demi Reni.
Malamnya, sama seperti kemarin, kau dan Ari double date lagi. Namun tidak di bawah pohon rambutan tentunya. Masih dengan suasana outdoor, kami date di dermaga. Sambil melihat sungai dan perahu nelayan menjala ikan.
Saat-saat itulah ku katakan cintaku pada Reni. Suasana hening… sampai saat Reni berkata, iya. Aku senang bukan main. Aku lupa bahwa ada satu Reny lagi yang sedang menungguku di sana. Toh, dia juga tidak tahu, pikirku.
Tak terasa, masa liburan tekah habis. Aku pulang ke kotaku karena besok akan sekolah lagi menghadapi buku-buku yang seperti singa mau meneram.
Hari pertama sekolah, aku langsung menemui Reny, kekasihku di sekolah. Aku kangen padanya setelah satu minggu tidak bertemu.
Bel tanda masuk berbunyi. Guru Aang (Eng), wali kelasku masuk ke kelas.
“Selamat pagi, bagaimana liburannya? Baiklah, pagi ini Bapak akan memperkenalkan satu teman baru buat kalian.”
“Siapa, Pak? Cowok atau cewek? Keren ga?” Tanya para siswa sambil teriak-teriak.
“Tunggu saja, kalian akan tahu. Silakan masuk, Nak!”
Dan, jreng… jrena…!!! Mati aku. Ternyata dia Reni. Alamak, aku punya dua Reny jadinya. Ya, dua Reny, Reny dan Reni.
Untuk temanku, sahabatku, yang kucinta, yang mengajariku motor mio, [rahasia]
Untuk temanku, yang jauh, Reni Dwi Octavia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H