Pengertian pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang. Dari padangan psikologi, pengendalian sosial merupakan proses yang bertujuan agar masyarakat mematuhi norma dan nilai sosial yang ada dalam masyarakatnya. Dengan pengendalian sosial, terciptalah masyarakat yang teratur. Di dalam masyarakat yang teratur, setiap warganya menjalankan peran sesuai dengan harapan masyarakat. (belajarpsikologi.com)
Adapun tujuan dari pengendalian sosial adalah agar masyarakat dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan menikmati haknya. Ketenangan dan keamanan pun dapat dirasakan. Menurut Joseph S. Roucek, dalam bukunya Social Control, mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah sualu istilah yang mengacu pada proses di mana individu dianjurkan, dibujuk untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, telah di ditetapkan dengan jelas dan tegas mengenai hak dan tanggung jawab warga negara, khususnya yang mengatur mengenai hak asasi manusia seperti dituangkan dalam pasal 28 A hingga 28 J.Dengan demikian, apapun alasannya, bentuk baru dari modifikasi yang kedudukannya dibawah UUD 1945, seharusnya tidak melanggar ketentuan dari hukum dasar Republik Indonesia tersebut.
Apalagi dalam hal politik, dimana semua individu yang mengaku memiliki hak didalam berbicara dan mengeluarkan pendapat, sering kali kebablasan. Mereka lupa, bahwa bumi yang mereka pijak memiliki aturan yang tegas, sehingga boleh saja hak mereka diperjuangkan namun tanpa melanggar hak orang lain atau kewajiban yang harus mereka dahulukan.
Yang perlu diketahui oleh siapa saja sebelum membahas lebih lanjut tentang norma lain selain norma hukum yang bersikap tegas. Karena sering kali norma atau kebiasaan yang ada di dalam masyarakat sering dipakai sebagai pembenaran individu, apalagi kelompok untuk mencapai berbagai tujuan yang sejatinya merugikan kelompok atau masyarakat lain yang jauh lebih besar.
Apabila telah memahaminya, mungkin kita akan melihat lebih lanjut mengenai peran dan perilaku para kader partai politik dewasa ini, sebelum kita mencari jalan keluar mengenai pengedalian sosial yang terbaik bagi para kader-kader partai politik itu sendiri.
Sebelum mengartikan kader partai politik, kita lihat dulu pengertian kader. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, jader adalah perwira atau bintara dalam ketentaraan, atau orang yangg diharapkan akan memegang peran yangg penting didalam pemerintahan, partai dan sebagainya,
Namun menurut kamus besar bahasa Indonesia, politik didefinisikan sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Disisi lain untuk memahami politik kita dapat juga memadang dari beberapa sudut pandang yang berbeda, seperti yang di uaraikan dalam wikipedia bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles), politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara, politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat dan politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Bagaimana dengan partai politik? Menurut Miriam Budiarjo dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989). Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus atau dengan definisi lainnya diartikan sebagai kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan mereka.
Setelah memahami pengertian tersebut di atas maka kader partai politik dapat didefinsikan sebagai orang atau kumpulan orang yang dibina oleh sebuah partai politik atas dasar kesamaan idiologi, cita-cita, kepentingan dan tujuan tertentu dalam rangka memperoleh kekuasaan politik dalam pembagian kekuasaan di dalam negara
Sampai di sini sudah sangat jelas, bahwa kader partai politik cenderung di didik dan dipersiapkan untuk memperjuangan hak-hak dan tujuan partainya diatas kepentingan orang banyak. Walaupun dalam berbagai pemaparan dan argumentasinya mereka menyebutkan perjuangan yang dilakukan atas dasar kepentingan masyarakat banyak. Lain halnya ketika kekuasaan mayoritas di dalam negara telah dikuasai oleh kelompok partai tersebut, bisa jadi bahwa kepentingan umum atau negara dan bangsa adalah prioritas utama sebagai slogan untuk merebut hati rakyat. Namun dalam kenyataannya untuk melaksanakan tujuan tersebut, mereka kerap kali menutup kesempatan campur tangan pihak lain atau kader partai politik lain, apalagi bagi mereka yang memiliki haluan yang berbeda.
Di sinilah akar permasalahannya, dimana hampir tidak ada lagi partai yang memperjuangan rakyat banyak, bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok atau partai mereka. Hampir semua kader partai politik melakukan berbagai cara untuk membesarkan partai secara finasial dan politik praktis untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan atau pembagiannya yang telah di miliki saat ini.
Jadi, apabila kita berbicara soal pengendalian sosial bagi kader partai politik akan mengalami kesulitan kalau hanya menggunakan syarat norma atau kebiasaan saja yang berlaku di masyarakat. Mereka lebih pantas dibatasi dan diganjar apabila melanggar norma hukum yang berlaku tegas.
Namun demikian upaya pengendalian sosial bagi para kader partai politik dapat saja diupayakan, namun dengan suatu syarat utama yaitu bahwa yang mengendalikannya adalah partai (beserta pengurusnya) dimana mereka bernaung dengan pengawasan masyarakat secara luas.
Apabila langkah keinginan tersebut dapat diupayakan oleh setiap partai politik beserta jajaran pengurusanya maka dapat di tempuh lewat beberapa hal dan dapat dilihat sejauh mana efektifitasnya.
Pertama adalah pengendalian sosial yang bersifat preventif, yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Tujuannya adalah untuk mencegah agar pelanggaran tidak terjadi. Pengendalian ini dapat dilaksanakan dengan sosialisasi dan pengawasan secara ketat mengenai aturan-aturan partai politik yang sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku di Republik Indonesia. Pengendalian preventif tidak akan berjalan apabila pimpinan atau pengurus partai yang bertugas didalam melakukan sosialisasi, pengawasan dan pembinaan tidak mampu mewujudkan atau memberi contoh terkait aturan-aturan parati yang berlaku. Inilah masalah yang tidak boleh di kesampingkan begitu saja.
Kedua adalah pengendalian sosial yang bersifat represif yaitu pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum pelanggaran itu terjadi. Pengendalian ini dilakukan setelah kader partai politik melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Sifat dari pengendalian ini seharusnya diikuti dengan penjatuhan sanksi bagi kader partai politik yang melakukan penyimpangan sosial. Dalam melaksanakan sanksi dalam pengendalian sosial yang bersifat represif ini, pengurus atau pimpinan partai politik harus bersifat adil dan transparan. Biar perlu, walau tidak mudah, apabila kader partai politik melanggar penyimpangan sosial, nama-namanya diumumkan di masyarakat sebagai suatu cara untuk menimbulkan efek jera.
Dalam beberapa kasus, biasanya kalau terdapat indikasi kader yang melanggar ketentuan partai atau melakukan pelanggaran sosial lainnya, kecendrungan anggota partai untuk melakukan aksis tutup mulut biasanya terjadi. Kalaupun demikian, tidak masalah. Karena tujuan aksi tutup mulut bertujuan agar masyarakat tidak mengetahuinya, namun setidaknya jangan biarkan api dalam sekam, segera ambil tindakan tegas.
Dengan ketegasan, keadilan serta keterbukaan tersebut maka pendekatan yang bersifat preventif juga dapat dijalankan dengan baik. Dan lebih penting lagi, bahwa partai yang mampu mewujudkan semua hal ini sangat mungkin mendapat simpati dari rakyat banyak.
Memang kelihatanya mudah sekali bila hanya sebatas teori dan opini, karena proses politik itu sendiri memang penuh dengan intrik atas nama kepentingan. Oleh sebab itu, semuanya kembali kepada partai politik beserta jajarannya untuk dapat mengemban tugas dalam rangka pengendalian sosial bagi para kadernya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H