Mohon tunggu...
The Urbanist
The Urbanist Mohon Tunggu... -

City planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cekungan, Krisis dan Ancaman Air Tanah

19 Juni 2011   11:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:22 1985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LATAR BELAKANG

Lingkungan hidup merupakan lingkungan dimana manusia tinggal dan menjaga kelangsungan hidupnya. Antara manusia dengan lingkungan hidupnya selalu terjadi interaksi timbal balik. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan tempat manusia hidup mempunyai dua peran besar, yakni lingkungan sebagai tempat tinggal (space for living), dan lingkungan sebagai tempat mencari makan serta kebutuhan lainnya (resources for living). Apabila keadaan lingkungan sebagai tempat tinggal tidak baik kualitasnya, maka akan mengakibatkan gangguan. Demikian pula apabila lingkungan tersebut tidak mampu memberikan kecukupan kebutuhan hidup manusia, maka manusia yang bersangkutan juga akan terganggu karena kebutuhannya tidak terpenuhi. Keadaan gangguan itu akan semakin berat apabila yang kurang adalah kebutuhan hidup hayatinya. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya pada manusia berupa air, tumbuhan dan hewan untuk bahan pangan, pakaian, obat-obatan, bahan bangunan, peneduh, dan kebutuhan hidup lainnya. Lingkungan hidup juga memberikan ancaman bagi manusia, misalnya hewan karnivora besar, hewan dan tumbuhan berbisa, patogen serta banjir dan kekeringan. Sudah menjadi konskuensi dari peradaban manusia bila lingkungan tercemar. Padahal, bila tidak memedulikan lingkungan, manusia sendiri yang akan menuai akibatnya. Selain pencemaran udara, pencemaran air tanah kini menjadi ancaman lain buat kelangsungan hidup manusia.

Air tanah adalah salah satu sumber daya lingkungan berupa air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan dan karena kecerobohan manusia dewasa ini kualitasnya terus menurun. Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Air tanah terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah. Status air didalam tanah selalu berubah. Air didalam tanah dapat bertambah karena adanya pengairan, hujan, pengembunan dan lain sebagainya. Sebaliknya air didalam tanah juga dapat berkurang karena penguapan, transpirasi dan pengatusan. Hal tersebut merupakan siklus alami dari air tanah, namun eksplorasi air tanah yang terjadi belakangan ini justru berakibat pada rusaknya siklus alami tersebut.

RUMUSAN ISSUE DAN PERSOALAN LINGKUNGAN
Cekungan, Krisis dan Ancaman Air Tanah

Cekungan Bandung saat ini adalah cekungan air tanah yang tingkat kerusakannya paling parah di republik ini. Konflik pemanfaatan air tanah di wilayah ini dimulai sejak pemerintah menerapkan kebijakan open investment pada dekade 1970-an, di mana industri, terutama tekstil, menyerbu Cekungan Bandung. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan air, dibukalah keran pemanfaatan air tanah dengan catatan: selama air permukaan belum mencukupi. Ternyata pengeboran air tanah memberikan hasil yang sangat memuaskan. Banyak sumur bor yang airnya memancar ke atas. Kondisi ini menyebabkan banyak pihak terlena dan tidak mengantisipasi dampak eksploitasi air tanah secara berlebihan ini jauh ke depan. Saat ini banyak sumur bor yang kedalamannya lebih dari 100 meter itu sudah kering sama sekali. Pengukuran di beberapa tempat menunjukkan, penurunan muka air tanah rata-rata sejak tahun 1970 sampai tahun 2005 antara 66-69 meter. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung saja, namun juga dibanyak wilayah di negeri ini. Akibat ikutan dari penurunan muka air tanah tersebut adalah amblesan tanah (land subsidence) yang diakibatkan pemampatan pori-pori batuan yang kosong karena hilangnya massa air tanah. Disinyalir, semakin luasnya dataran banjir di Cekungan Bandung antara lain diakibatkan amblesan tanah ini.

Saat ini mungkin kasus cekungan terparah terjadi di kota Bandung, namun bukan tidak mungkin kasus ini akan menjadi ancaman diwilayah-wilayah lain yang mengeksploitasi air tanahnya secara berlebihan. Seperti yang dapat kita temui diwilayah-wilayah kota besar seperti Jakarta, yaitu timbulnya kerusakan-kerusakan berupa amblesan tanah. Permukaan air tanah dalam di kawasan Kuningan turun dua sampai lima meter akibat penyedotan yang berlebihan oleh aktivitas komersial, hotel, apartemen, dan perkantoran. Penyedotan berlebihan menyebabkan banyak sumur penduduk mulai kering dan permukaan tanah turun perlahan. Menurut Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Peni Susanti, Rabu (5/9) di Jakarta Pusat, penyedotan air tanah dalam secara berlebihan terjadi karena PAM hanya mampu mencukupi 50 persen kebutuhan air Jakarta. Padahal, berbagai aktivitas di Kuningan dan Sudirman membutuhkan air bersih dalam jumlah sangat besar.Penyedotan air semakin berlebihan saat pasokan air dari PAM tidak mencukupi laju pertambahan aktivitas komersial. Penyedotan berlebihan tidak hanya dilakukan pada sumur dalam tetapi juga sumur dangkal. Akibatnya, banyak sumur warga yang mulai kering karena sumber airnya disedot oleh pengelola gedung-gedung bertingkat. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, terdapat satu pasal yang penting dipahami bersama, baik oleh masyarakat, pengusaha, maupun aparat pemerintahan. Pasal itu adalah Pasal 5: “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif”. Karena sumber daya air yang tersedia saat ini, baik air permukaan maupun air tanah, semakin terbatas, acuan kepada pasal tersebut menjadi penting dan perlu dibuat skala prioritas. Artinya, kepentingan terhadap air minum dan rumah tangga lebih diprioritaskan daripada kepentingan komersial, baik industri maupun jasa. Air minum yang dimaksud adalah yang dikelola PDAM dan rumah tangga perseorangan, bukan apartemen atau hotel. Di kawasan Karet Sawah, beberapa sumur juga mengalami pengeringan sejak beberapa apartemen didirikan di kawasan itu. Akibatnya, masyarakat juga harus mengeluarkan uang lebih untuk membayar air PAM. Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, pemprov sedang mengintensifkan pengawasan pengeboran air tanah dalam. Pengeboran berlebihan sudah masuk ke tahap mengkhawatirkan dan menyebabkan penurunan permukaan tanah.

Krisis air tanah, khususnya di Ibu Kota, sudah terjadi. Cadangan air tanah di kota yang dihuni hampir 12 juta penduduk ini konon hanya cukup untuk keperluan sembilan tahun ke depan. Sementara seringkali pelayanan air bersih dari perusahaan air minum belum maksimal. Survei Bank Dunia yang berlabel Livable Cities for the 21st Century menunjukkan, untuk mendapatkan air bersih, penduduk miskin bahkan harus membayar 20 kali lebih mahal dibanding penduduk kaya. Ketidakmampuan PDAM itu terus memicu warga terutama di Jakarta untuk tetap mengusahakan air tanah. Belakangan sejumlah perusahaan besar yang sangat membutuhkan air dalam jumlah besar juga menyedot air tanah. Mereka sebagian pemilik hotel serta gedung yang berada di sepanjang Jalan MH Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman. Pengambilan air tanah secara besar-besaran tersebut jelas berdampak pada kekosongan air di dalam tanah. Akibatnya, air laut merembes masuk dan mengisi kekosongan air tanah tersebut hingga jauh ke dalam. Dan memang, rembesan air asin dari Teluk Jakarta kini telah menjangkau Monas. Hasil penelitian Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan menyebutkan, intrusi air laut kini hampir merata di seluruh wilayah Jakarta. Wilayah dalam radius 10-15 kilometer di Ibu Kota pada umumnya telah dilanda intrusi air laut. Padahal, 20 tahun lalu luas daratan yang terkena intrusi air laut baru sekitar dua kilometer dari garis pantai, khususnya di daerah Kota.

Akibat ulah manusia, terutama gencarnya pemompaan air tanah, telah terjadi perubahan drastis terhadap kondisi air tanah. Kini muka air tanah makin dalam di bawah muka air tanah dangkal. Ini menyebabkan terjadinya imbuhan air tanah dangkal ke dalam sistem akuifer air tanah dalam, lewat bocoran ke bawah. Wajar pula jika sistem cekungan air tanah dalam di Jakarta menjadi daerah imbuhan air tanah dangkal.

Secara alami jumlah air hujan itu dari dulu hingga saat ini sama saja. Masalahnya, dulu air hujan yang jatuh ke bumi di wilayah ini meresap (infiltrasi) ke dalam tanah hingga 85%. Tapi sekarang persentase itu sudah terbalik. Meskipun belum didapatkan data persis persentase itu sekarang, dapat diduga air hujan yang meresap ke dalam tanah justru tinggal 15%, atau malah lebih kecil. Ini bisa dilihat dari indikasi bahwa hujan sedikit saja air sudah membanjiri Jakarta dan jika kemarau datang krisis air langsung terjadi.

Jadi, krisis air, termasuk di Ibu Kota, sebenarnya persoalan rendahnya daya infiltrasi tanah terhadap air hujan akibat gundulnya permukaan tanah dan minimnya permukaan tanah terbuka hijau karena habis dibangun untuk rumah dan gedung-gedung

Sketsa tersebut mengantarkan kita pada pemahaman betapa kritisnya air tanah (air bersih) yang disediakan alam. Bukan saja tanah sudah tidak banyak memiliki air, air yang tersisa pun sudah tercemar, baik oleh air laut maupun oleh racun yang berasal dari sungai Jakarta yang amat kotor. Krisis air ini diperparah oleh rusaknya lingkungan, terutama akibat permukaan tanah yang makin tidak memungkinkan terinfiltrasinya air hujan yang turun ketika musimnya tiba. Padahal, musim hujan adalah waktu yang tepat untuk mengatasi krisis tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun