Siapa yang tidak kenal penggalan lagu berikut ini...
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Entah bermula dari lagu hymne guru tersebut atau dari muasal yang lain, telah memasyarakat istilah guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bila syair penutup lagu di atas dimaksudkan sebagai kritik, sangat tepat dan benar adanya. Terutama pada saat lagu itu ditulis.
Namun dalam konteks sekarang saya sudah lama memendam ketidaksetujuan terhadap syair tersebut. Di sadari atau tidak, lagu tersebut telah mengajak orang untuk setuju bahwa guru adalah pahlawan namun tanpa tanda jasa. Kita mungkin tidak sadar, bahwa banyak kebijakan yang tidak tepat untuk menghormati profesi guru berlindung di balik syair ini. Guru memang patriot dan pahlawan bangsa, namun tidak perlu diberi tanda jasa!
Secara pribadi, saya bukanlah tipe pendemo untuk menuntut hak sebagai guru. Saya malah malu. Saya lebih memilih memastikan fungsi keguruan saya telah benar-benar dijalankan dengan penuh kualitas, bukan sekadar. Saya meyakini doktrin dari kitab suci yang saya banggakan, Al-Qu'ran, bahwa bila kerja telah lurus dan berkualitas mulus, Allah dan kaum memberi pasti akan memberikan penghargaan tertinggi. Secara pribadi seperti itulah sikap saya. Saya malu bila harus demo untuk urusan kenaikan gaji atau honor.
Namun dalam konteks kebijakan dan politik pendidikan, saya harus berani mengatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk memuliakan profesi guru, dengan pemuliaan yang puncak. Bukan sekadar urusan gaji dan honor yang sekarang mulai dirasakan oleh para guru tersertifikasi. Tetapi pemuliaan agar guru benar-benar bisa mulia dalam profesinya dengan menjadi guru yang mampu menghadirkan pembelajaran berkualitas dan mengukirkan perubahan di setiap ruangan kelas. Saya tidak percaya sertifikasi bisa meningkatkan kualitas guru. Sertifikasi harus jujur diakui lebih pada upaya memberikan penghormatan yang sewajarnya kepada profesi guru dengan gaji yang memadai.
Nah, kembali kepada judul tulisan ini, syair guru pahlawan tanpa tanda jasa bila pun sebagai kritik saat itu ditulis, namun telah menanamkan mindset di alam bawah sadar masyarakat bahwa tak mengapa tak memberikan tanda jasa kepada guru. Tak masalah guru honornya kecil dan rendah. Tak jadi soal guru honornya di bawah UMR. Akhirnya sikap tidak memuliakan profesi guru serasa mendapat energi pembenaran dari lagu tadi. Tentu saja ini sekadar analisis dan sudut pandang saya dalam mencermati kebijakan yang tidak manusiawi terhadap profesi guru.
Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H