Bisa dikatakan perjalanan ke India merupakan perjalanan saya yang paling jauh untuk sementara ini. Jika sebelumnya hanya sanggup menjelajah negara-negara Asean, maka ketika akhirnya saya berkesempatan mencapai Asia Selatan, itu merupakan sebuah prestasi yang cukup menyenangkan. Kali ini anggotanya empat orang cowok dan satu orang perempuan, yaitu saya sendiri. Tujuan kita adalah New delhi dan daerah India tengah termasuk Agra yang merupakan daerah wajib untuk dikunjungi karena adanya Taj Mahal, dan Provinsi Rajashtan yang terkenal dengan gurun pasirnya. Kita banyak melakukan persiapan semenjak dari Indonesia. Visa bisa diurus di kedutaan India yang ada di Jakarta atau VoA (Visa on Arrival). Dua-dua nya dikenakan biaya sekitar USD 50. Persyaratannya pun sama, kecuali mungkin kalau VoA tidak perlu wawancara. Diantara persyaratannya adalah membawa foto 4x6 unt visa (background putih), tiket PP, bukti booking hotel dengan alamat lengkap dan nomer telpon contact person selama di India. Untuk contact person ini bisa mengisikan nama dan telp hotel yang telah di booking sebelumnya. Ada banyak situs yang menyediakan hostel murah untuk backpacker seperti hostelworld ataupun agoda. Biasanya pembayaran sebesar 10% dari total biaya yang bisa dibayar dengan kartu kredit. Book satu hari sebagai syarat visa saja juga boleh, walaupun nantinya tidak akan ditempati. Lebih baik mencari hotel langsung sesampai ditujuan agar bisa memilih dan melihat fasilitas aslinya, selain juga karena di India akomodasi untuk turis cukup banyak terutama pada saat musim sepi turis. Secara umum, biaya hidup di India sangat murah. Sistem transportasi di India juga sudah sangat maju jika dibandingkan dengan di Indonesia. Tapi sistemnya ya, bukan orangnya dan bukan prasarananya. Tiket untuk kereta api bisa dipesan secara online melalui cleartrip.com/trains dan dibayar dengan kartu kredit. Kelasnya pun tidak hanya business dan economy, tapi ada sitting class (dengan tempat duduk/ ekonomi), sleeper class (dengan tempat tidur, biasa digunakan para backpacker karena sekaligus bisa menghemat biaya penginapan), AC first class, AC 2 tier, dan AC 3 tier yang tentunya dengan AC, tempat tidur, bantal, selimut, dan bahkan makanan pada first class. Hal ini dikarenakan kereta api di India mencakup hampir seluruh kawasan dengan sistem dan jaringan yang terintegrasi. Kereta api ini bahkan menghubungkan India Utara dengan India Tengah dan India Selatan. Perjalanan bisa melebihi satu hari satu malam. Tidak ada penerbangan langsung dari Indonesia ke India. Kita berangkat dari Kuala Lumpur menggunakan airasia dan berbekal tiket promo. Perjalanan menggunakan pesawat airbus dengan kapasitas yang sangat besar, dan merupakan pesawat udara terbesar yang pernah saya naiki. Bayangkan saja, bangkunya saja terdiri dari tiga baris. Dan ternyata, penerbangan hari itu cukup penuh, dengan 85% isinya orang India asli. Dari pesawatpun nuansa Indianya sudah berasa. Penumpang berkebangsaan India biasanya merupakan rombongan keluarga besar. Jadi mereka akan menempati beberapa tempat duduk yang berdekatan, dan mengobrol, dan membuka bekal. Yang membuat saya heran, kalaupun mereka ditempatkan berjauhan, mereka tetap berusaha mengobrol satu sama lain dengan menaikkan volume suara atau berjalan hilir mudik bahkan pada saat turbulence dan pilot menyuruh untuk memasang seat belt. Karena ini adalah perjalanan malam dan panjang, saya dan teman teman memutuskan untuk tidur, menyimpan excitement untuk esok harinya. Ternyata kita mendarat di Airport di New delhi sekitar pukul 10 malam, waktu India, yang lebih cepat 1.5 jam dari Indonesia. Perjanalan memakan waktu sekitar 6 jam. Bandara Indira Gandhi sangat luas dan megah. Begitu turun dari pesawat kita langsung merasa excited melihat aktivitas yang begitu sibuk bahkan pada malam hari. Hal pertama yang perlu diurus adalah Visa. Semua dokumen dan uang disiapkan dengan mata uang pembayaran harus dalam Rupee. Karena ini juga merupakan pengalaman pertama kita mengurus VoA, maka kita cukup kewalahan dan bolak balik berdiskusi mengenai isian formulir dan membongkar bongkar tas karena tidak menemukan print out tiket pulang. Akhirnya setelah sekitar satu jam lebih, passport di tempel visa yang berlaku untuk 18 hari kedepan. Kita langsung menuju stasiun untuk mengejar kereta ke Agra malam itu juga. Sayang sekali, dikarenakan pengurusan visa yang cukup lama, kita ketinggalan kereta yang sudah dipesan online sebelumnya. Kereta selanjutnya yang menuju Agra ada pada pukul 4 pagi. Sangat nanggung kalo harus keluar dan mencari penginapan, akhirnya kita bermalam di stasiun. Ini adalah pengalaman pertama saya menginap di stasiun, di peron, bersama calon calon penumpang lain yang mayoritas orang-orang India dan beberapa tursi backpacker. Banyak juga ternyata :D
Tiket untuk turis adalah 750rs, sekitar 150rb rupiah, sementara tiket untuk turis lokal hanyalah 20rs atau 4rb rupiah. Sangat jauh berbeda memang, tapi diberikan pelayanan yang sedikit lebih baik. Setiap orang diberikan air mineral botolan -mengingat cuaca saat itu hampir 47 derajat celcius dan sangat cerah- dan setiap grup disediakan tour guide yang akan menceritakan sejarah Taj mahal. Guide ini gratis, tapi tidak ada salahnya untuk tetap memberi tips pada akhir tour. Dari si tour guide ini juga kita mengetahui bahwa makam asli Mumtaz Mahal berada dilantai bawah dan tidak dibuka untuk umum. Yang didisplay di lantai utama hanyalah replika dari makam beliau. Kompleks Taj Mahal begitu luas. Terdiri dari empat gerbang dan memiliki taman yang sangat luas dengan beberapa gedung lain yang katanya merupakan guest house dan mesjid. Dalam hati saya berpikir, berapa banyak rakyat yang dipekerjakan pada masa itu, berapa besar kekayaan kerajaan yang digunakan saat itu demi memuaskan keinginan sang raja yang pasti bisa dikatakan tidak biasa saja ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H