Mohon tunggu...
Theresia Tharob
Theresia Tharob Mohon Tunggu... Penulis - Athena, mikrokosmos

L’amor Est L'enfant De La Liberte

Selanjutnya

Tutup

Diary

Apakah Bunuh Diri itu Takdir?

23 Januari 2025   14:19 Diperbarui: 23 Januari 2025   14:19 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/

Apakah nasib atau takdir itu memang ada ataukah aku yang menulisnya? 

Jangan-jangan takdir itu tidak nyata. Peran Tuhan hanya pencipta. Ia benar-benar tidak pernah punya intervensi apa-apa terkait nasib sial maupun beruntung yang menimpa kita. Jadi sejak semula, kita terlempar ke dunia dengan memiliki kehendak bebas untuk diri kita. Untuk menentukan siapa dan bagaimana kita hidup. Apakah itu berarti kitalah yang paling bertanggungjawab penuh untuk kebahagiaan kita sendiri?

Sering aku bertanya, apakah nasib atau takdir itu memang ada ataukah aku yang menulisnya? Menanyakan hal semacam ini tentu saja kita sedang mempertanyakan peran Tuhan sebagai Sang Sutradara hidup, Sang Maha segalanya. Namun, bagaimana mungkin orang-orang bisa menyebut kematian itu sebuah takdir dari garis akhir jika yang dilakukannya adalah bunuh diri? Aku rasa Tuhan pun tidak menginginkan itu. Jika demikian bagaimana lagi kita menjelaskan kemahakuasaan Tuhan? Dan bagaimana intervensinya dalam hidup yang serba fana ini?

Baiklah, kita membicarakan takdir berarti kita sedang membicarakan bagaimana peran kita dan peran sosok Tuhan dalam hidup kita. Free will or Determination? Pertanyaan kuno yang berdebu, tapi kembali menggelitiku, bergelantungan di bahu ketika melihat berita tentang bunuh diri. Dalam benakku: itu kan adalah keputusannya untuk menghentikan hidupnya sendiri, apa hubungannya dengan kehendak Tuhan? Kalau yang telah terjadi adalah benar-benar keputusan sendiri, seharusnya takdir tidak begitu penting. Seperti bagaimana ini terjadi dalam mengejar kesuksesan atau meratapi kemalangan, akibat hasil dari pilihan atau keputusan yang telah dibuat sendiri. Jangan lagi libatkan Tuhan, semuanya adalah keputusan dan pilihanmu. Suatu peristiwa bisa menimpa kita oleh sebab akumulasi dan beberapa pilihan yang telah kita buat sebelumnya. Kalau ada yang diluar itu maka layak disebut kebetulan. Heidegger menyebutnya faktisitas, keterlemparan dalam fakta-fakta yang tidak kita pilih tetapi telah melekat pada kita sejak mengada. Seperti pilihan lahir dari siapa, bentuk fisik seperti apa, dan dari negara mana, itu semua diluar dari keputusan dan kehendak kita.

Sekarang aku bisa mengatakan takdir tidak nyata, garis hidup kita yang menulisnya. Mungkin begitu, seperti takdir kita yang tulis. Berhentilah bergantung pada siapa maupun apa-apa di luar diri kita, untuk melemahkan peran kita dalam mengusahakan diri sendiri, hidup sendiri, dan nasib sendiri. Mestakung (Semesta Mendukung). Semesta dan semua makhluk hidup yang merayap di bumi ini bukan yang lain. Itu adalah diri kita sendiri dalam bentuk lain. Aku ingin membahas ini lebih lanjut, mungkin di lain kesempatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun