Manusia manakah yang tidak ingin akan kebebasan? Adalah menjadi impian setiap kita manusia untuk bebas dan merdeka terlepas dari belenggu-belenggu ataupun penjara apa saja. Namun benarkah kebebasan sebaik dan se-menjanjikan itu? Apakah sungguh manusia adalah anak kandung dari kebebasan? Menurut Sartre justru kebebasan merupakan sebuah kutukan yang begitu saja masuk dalam hidup kita. Mari kita melihat bagaimana pandangannya tentang kutukan ini.
Jean-Paul Sartre adalah seorang filsuf Prancis abad ke-20, ia merupakan salah satu tokoh utama dalam aliran pemikiran eksistensialisme. Eksistensialisme Sartre menekankan pada pentingnya kebebasan individu dan tanggung jawab yang melekat pada kebebasan tersebut. Ia mengatakan bahwa kebebasan adalah kutukan bagi manusia, mengapa kutukan? Sebab kita tidak dapat memilih untuk ada namun saat menjadi ada kita seketika terlempar dengan harus bertanggungjawab atas semua yang terjadi pada diri kita sendiri.
Sartre memiliki pandangan bahwa kita adalah manusia yang terlahir ke dunia tanpa tujuan atau suatu makna yang pasti. Kita bukanlah barang jadi. Tidak ada esensi kita yang telah ditentukan sebelumnya; kita tidak memiliki "kodrat" atau "hakikat" sama sekali yang ditentukan sebelumnya. Baginya tidak ada hakikat manusia yang pasti seperti yang sering dijelaskan oleh filsuf-filsuf sebelum dirinya.Â
Sebaliknya, dirinya lebih menekankan bahwa manusia adalah "eksistensi yang mendahului esensi." Ini berarti bahwa kita manusia ada terlebih dahulu, kemudian barulah kita menciptakan makna dan nilai-nilai dalam hidup kita melalui pilihan-pilihan dan tindakan yang kita ambil.Â
Jadi kita baru bisa menciptakan makna-makna dalam hidup kita sendiri setelah kita ada dulu. Ini menggambarkan pandangan Sartre bahwa manusia tak lain adalah semata-mata apa yang dibentuknya sendiri; makhluk yang bebas untuk menentukan esensi dirinya.
Dalam pemikiran Sartre, kebebasan adalah karakteristik sentral manusia. Manusia memiliki kebebasan mutlak untuk membuat pilihan-pilihan mereka sendiri, tanpa terikat oleh takdir atau determinisme apapun. Namun, dengan kebebasan itu juga datang tanggung jawab yang besar.Â
Setiap pilihan yang dibuat oleh individu membawa konsekuensi moral, dan individu bertanggung jawab penuh atas tindakan-tindakan tersebut. Seperti seorang pekerja yang memiliki kesempatan untuk mencuri uang dari perusahaan tempatnya bekerja.Â
Menurut pemikiran Sartre, meskipun pekerja tersebut memiliki kemampuan untuk mencuri, ia juga memiliki kebebasan untuk memilih untuk tidak melakukannya. Keputusan yang diambilnya akan mencerminkan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan tanggung jawabnya sebagai individu yang bebas.
Sartre juga menekankan pentingnya kesadaran akan keterbatasan dan ketidakpastian dalam hidup manusia. Manusia terbatas oleh faktor-faktor seperti keadaan sosial, budaya, dan sejarah. Namun, kesadaran akan keterbatasan ini tidak boleh menjadi alasan untuk menyerah pada determinisme atau keputusasaan.Â
Sebaliknya, manusia harus menerima paradoks keberadaan mereka yang pada saat yang sama bebas dan terkekang oleh kondisi-kondisi tertentu. Seperti kita tidak pernah bisa menentukan untuk ada menjadi bangsa apa, tubuh seperti apa, warna kulit bagaimana namun kita harus mampu menerima kenyataan-kenyataan itu, tidak boleh menyerah atasnya.Â