Drama Kisah Sengsara yang Menyentilku
Jumat agung bagi umat Kristiani merupakan rangkaian tri hari suci yang dirayakan oleh seluruh umat. Banyak gereja yang mengadakan drama untuk menggambarkan kisah sengsara Yesus mulai dari taman Getsmani sampai gunung Golgota di mana Yesus dialibkan, dengan tujuan membantu umat untuk merenungkan kisah penebusan Yesus kepada manusia. Drama kisah sengsara Yesus Kristus dari masa ke masa memberi pengalaman yang berbeda bagi diriku, meskipun kasih, kerendahan hati, pengampunan tetap menjadi yang utama. Hari ini aku mendapatkan pengalaman dan inspirasi baru.
"Apakah kamu raja orang Yahudi?" tanya Pilatus kepada Yesus.
Pemeran Pilatus tersebut kemudian mengahadap ke umat yang hadir memenuhi halaman gereja SMRR Jambi, lalu melontarkan pertanyaan, "Bukankah semua orang ingin menjadi raja?"
Pertanyaan ini menyentuh kemudian memukul pikiranku. Membuatku merenung sejenak akan hal-hal yang kualami selama ini. Bukankah aku juga ingin menjadi raja dalam arti tertentu. Tanpa sadar aku pun ingin menjadi raja di setiap kesempatan. Untuk mendapatkan penghormatan, kekuasaan, harta, dan hal lain yang menyenangkan.
Aku seorang guru, tanpa terucap dengan kata-kata aku  ingin dihormati oleh murid-muridku.  Setiap bertemu denganku mereka meraih tangan menciumnya  dengan hormat sambil mengucapkan kata dengan lembut, aku senang dan besar kepala. Aku pun merasa sangat bangga jika para wali murid memuji dan menyanjungku. Sebuah potensi yang bisa memicu kesombonganku.
Ketika di dalam kelas, aku mengajar dengan harapan materi yang kuajarkan cepat mereka mengerti, kadang tanpa peduli bahwa materi itu menarik atau justru membosankan. Aku bahkan tidak mau tahu ketika mereka sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Yang penting aku mengajar, titik, tanpa koma. Aku berpotensi menjadi penguasa yang diktator.
Ketika mereka kedapatan berbuat tidak baik menurut kriteriaku, aku memarahi dengan kedok menasihati mereka secara panjang lebar, seakan mereka penjahat yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini. Bahkan aku mengadilinya dengan sewenang-wenang. Belum lagi hal-hal kecil yang membuat dosaku semakin berat untuk ditanggung oleh Yesus penebusku. Aku sok berkuasa.
Aku sering lupa bahwa raja atau pemimpin yang baik memperhatikan kepentingan orang yang dipimpinnya. Kesejahteraan dan kepentingan orang lain menjadi pemikiran yang tak habis dilakukan sepanjang hayat. Bahkan rela mengorbankan diri bagi rakyatnya. Itulah raja yang baik, mengayomi tanpa memusuhi dan membebani. Mencintai tanpa henti, seperti Yesus sendiri yang rela mati menanggung derita akibat perbuatan orang lain yang tak pernah dilakukan-Nya.
Sentilan kecil dalam dialog Pilatus pada drama kisah sengsara yang saya lihat hari ini, membawaku untuk berbenah diri, rendah hati dan penuh kasih kepada sesama yang ada di sekitarku. Menjadi guru yang baik, mau melayani, bukan sebaliknya gila hormat dan haus kekuasaan. Memperhatikan yang lemah, dalam hal ini murid-murid kecilku dalam posisi itu, perlu curahan kasih yang tulus dari seorang guru.
Jumat agung bagiku mengingatkan untuk sebuah kasih yang paling agung yaitu dari Yesus sendiri.