Ketika perbedaan bukanlah menjadi halangan dan batu sandungan memang sangat menyenangkan. Belajar dari mereka para ibu di tempat ini, memberi semangat terutama kepadaku bahwa kehidupan yang baik dan menyenangkan masih ada.Â
Kehidupan yang nyaman di tengah perbedaan benar-benar ada bukan hanya slogan semata. Tidak saling mementingkan diri sendiri. Kepentingan orang lain tetap menjadi bahan pemikiran juga. Mereka sangat menyadari bahwa hidup tidak bisa dijalani sendiri. Harus ada orang lain yang menjadi partner untuk mewujudkan hidup yang tetap harus berjalan.
Bagi mereka pestanya seseorang merupakan suka cita bagi warga sekitar. Kerepotan sebuah keluarga juga merupakan kerepotan bagi warga yang lain. Pemikiran tepo sliro mereka terapkan. "Suatu saat aku pun akan mengalami hal seperti itu. Maka jika aku ingin diperlakukan baik oleh orang lain, aku pun harus memperlakukan orang lain dengan baik pula," begitu yang mereka pikirkan.
Alangkah indahnya jika contoh kehidupan ini bisa dilakukan oleh banyak orang. Tentu tak akan ada saling menyalahkan, bertengkar, bahkan mencelakakan orang lain. Mungkin kasus pembunuhan yang kini marak terjadi akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali.
Saling menghargai, tidak mengedepankan kepentingan diri itu semua bersumber dari saling mengasihi. Mengasihi tanpa batas, karena sekat itu telah dihilangkan ditembus oleh satu kata "cinta".
Berada di desa beberapa hari telah membuka pengetahuan saya bahwa tradisi rewang (membantu) masih ada. Semangat gotong royong masih bisa dilaksanakan di tengah kemajuan zaman yang semakin pesat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H