Anakmu Bukan Milikmu
Suara azan di langgar sebelah berkumandang ikut membangunkan diriku. Suatu yang sudah biasa, karena memang rumahku dekat langgar yang masih aktif. Artinya setiap waktu doa bagi mereka selalu terdengar suara azan. Memang hanya beberapa umat yang mendatangi tempat itu, namun selalu tepat waktu. Tak pernah lima waktu beribadah itu terlupakan.
"Bangunlah pada pagi hari dengan sayap hati mengepak, dan bersyukurlah atas datangnya satu lembar  hari yang penuh kasih" (Kahlil Gibran).
Pagi ini, bergegas aku bangun. Aku berdoa menurut caraku yang berbeda dengan suara azan subuh itu. Pada intinya aku bersyukur atas semua karunia sepanjang malam tadi. Aku bisa tidur dengan nyenyak, lengkap dengan mimpi yang lucu yang sebenarnya mengajak diriku untuk tidur lagi. Jika itu kulakukan tentu aku mengingkari nasihat ibuku beberapa tahun silam. Beliau mengatakan bahwa seorang perempuan tidak baik jika selalu bangun siang.Â
Ada sesuatu yang tiba-tiba mengusik ketenanganku. Kamar sebelah yang dalam beberapa hari ini terisi oleh ini kosong dan sepi. Tak ada lagi yang berisik membuka buku komik yang ada di dalam kotak besar itu. Buku-buku yang ada saat dia masih anak-anak tetap saja mengundang dirinya untuk membaca dan membacanya lagi ketika kembali ke rumah ini.
Dia sudah pergi kembali ke komunitasnya. Sedih, sudah pasti mewarnai suasana hatiku. Kesedihan yang wajar bagi seorang ibu yang ditinggalkan oleh anaknya. Meskipun  sudah dewasa, tetap juga ia sebagai anak bagi diriku tak pernah hilang dari hati.
Dia memang tetap dan akan selalu menjadi anakku, ke mana pun dia pergi. Berapa lama pun waktu kepergiannya tak akan mengubah status itu.
Ibu, selalu menyediakan kasih sayang untuk anak-anaknya. Namun, tak berhak atas kehidupannya. Mengekang gerak-geriknya bukanlah wujud kasih sayang itu. Memberi kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya merupakan bentuk kasih sayang orangtua terhadap anak. Aku belajar untuk melakukannya.
Anakmu bukanlah milikmu, mereka adalah putra-putri sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri, begitu kata penyair asal Lebanon Kahlil Gibran yang kukagumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H