Perlukah Mendampingi Murid di Masa Pandemi?
Tak terasa para guru tidak bertemu murid secara langsung telah memasuki bulan ke-dua belas. Â Bagi murid yang lama (sudah setahun atau lebih belajar di sekolah) masih ada ingatan tentang guru-gurunya. Tetapi bagi murid baru misalnya murid kelas 1 atau murid pindahan tentu menjadi hal yang aneh. Belum pernah bertatap muka secara langsung dengan gurunya.
Murid yang setiap hari belajar di rumah, seakan tidak merasa bahwa ia sekolah. Hal ini terutama terjadi dan dialami oleh anak-anak kelas rendah. Mereka tak bisa memahami bahwa meskipun di rumah, juga tetap sebagai  murid. Yang mereka ketahui sekolah itu ya datahg ke sekolah, duduk di dalam kelas, ada guru yang mengajar, dan banyak temannya.
Hubungan jarak jauh antara guru dan murid menimbulkan rasa rindu di antara keduanya. Rasa rindu murid untuk datang ke sekolah dan bertemu dengan teman-temannya sudah terpendam lama. Keinginan untuk berlarian di halaman sekolah, berkejar-kejaran dengan teman belum bisa terobati. Demikian juga yang dirasakan oleh para guru.
Mereka yang ingin melihat wajah dari  muridnya hanya sedikit terobati dengan pertemuan dengan google meet ataupun zoom. Tetapi toh pertemuan itu kadang terputus oleh sinyal yang hilang timbul, atau bahkan langsung putus. Suatu kejadian yang menjengkelkan bagi kedua belah pihak. Namun itu semua harus diterima, karena itulah kendala proses pembelajaran jarak jauh.
Dalam suasana seperti ini masihkah perlu guru melakukan pendampingan kepada murid? Tentu sebuah keharusan bagi guru untuk melakukan hal itu dalam situasi apapun. Bentuk pendampingan tak bisa seperti dulu.
Para guru tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh murid setiap harinya, kalau wali murid tidak memberitah. Maka hubungan yang baik antara wali murid dan guru memang tetap harus dilakukan. Sehingga jika mengalami kesulitan bisa dirembuk  bersama untuk mencari solusinya.
Pengalaman saya sebagai guru kelas 2 SD, ada beberapa murid yang tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang saya kirimkan. "Kan libur, kenapa Ibu Guru selalu memberi tugas?" begitu yang ia katakan kepada orang tuanya ketika disuruh mengerjakan tugas. Hal ini memicu terjadinya 'pertengkaran' antar anak dan orangtuanya.
Berdasarkan diskusi antara saya dan wali murid akhirnya diperoleh jalan keluar. Sesekali saya menelpon anak tersebut sekedar menanyakan apa yang sedang dilakukan, atau tentang perasaannya. Saya juga bertanya apakah ada kesulitan dengan pelajaran yang saya berikan.
Kadang juga saya izinkan dia datang ke rumah untuk belajar. Ia sedikit bisa "merasakan sekolah" meskipun bukan di sekolah yang sebenarnya tetapi di rumah bu guru. Perlu beberapa bulan untuk menyadarkan bahwa sekolah yang ia alami sekarang memang berbeda dengan sekolah yang pernah ia alami beberapa waktu yang lalu.
Ada sedikit perubahan yang menyenangkan, murid yang saya dampingi itu sekarang sudah berani bertanya kepada saya jika mengalami kesulitan dalam belajar. Bahkan ia menelpon atau video call kepada saya dengan inisiatif sendiri, tanpa disuruh oleh orangtuanya.