Dua Ratus
Sore itu aku berada di sebuah supermarket. Warna kuning merah mendominasi bangunan supermarket, demikian juga dengan kostum yang dikenakan oleh para karyawannya.  Lampu  terang benderang, meskipun pengunjungnya sering tak sebanyak lampu yang dipasangnya, juga merupakan ciri khas yang lain.Â
Aku berkunjung ke supermarket itu untuk membeli barang-barang yang kubutuhkan. Pesan anakku masih kuingat untuk tidak membeli barang yang  hanya sesuai dengan keinginanku, tetapi membeli barang sesuai dengan kebutuhan. Aku hanya membutuhkan beberapa barang yang berhubungan dengan penampilanku. Sebuah sabun mandi, pasta gigi, dan  bedak untuk sekedar memoles wajahku. Aku tahu, meskipun dipoles pun wajahku tidak bisa berubah ke level yang lebih baik. Tetapi itu tetap kulakukan, bukan untuk mendapat pujian, tetapi terlebih karena aku ingin menghormati orang lain dengan penampilanku.
Setelah menemukan barang yang kumaksud, aku tak segera membayar ke kasir. Aku memberi kesempatan kepada pengunjung yang sudah antre lebih dulu. Sambil menunggunya aku melirik barang-barang yang terpajang di sana. Tetapi kutebalkan imanku untuk tidak membelinya, karena itu tidak kubutuhkan, selain itu tak ada uang lebih. Untunglah pengunjung yang lebih dulu antre itu sudah selesai melakukan transaksi, sehingga memutus anganku untuk tidak merekayasa keinginanku menjadi kebutuhan.
      "Ada lagi, Bu?" tanya kasir itu dengan ramah.
      "Tidak," jawabku lirih.
      "Pulsanya sekalian, Bu?" tanya kasir itu lagi.
      "Gratis?" kataku antusias.
      "Heee ....nggaklah Bu, nanti aku nombok," katanya diikuti tawa lebar.
      "Itu ada tulisan pulsa gratis," kataku penasaran dengan tulisan yang ada di depan kasir itu.
      "Itu kan kalau saya nggak nawari ke Ibu," kata kasir itu masih dengan senyumnya.