Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hal yang Aku Benci Saat Pagi

15 April 2016   12:30 Diperbarui: 15 April 2016   12:38 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hal yang Aku Benci Saat Pagi

“Zora, aku harus pergi.”
 “Tunggu !”
 “Petualangan kita harus berakhir, Zora.”
 “Sayapku masih mau terbang. Lihatlah ia cantik bukan ?”
 “Zora, bunga – bunga itu sudah layu.”
 “Kau hanya pesimis, Mora. Lihatlah bunga matahari di tengah taman.”
 “Tidak, Zora. Ada seekor kumbang besar di sana. Pulanglah !”
 “Aku ingin melihatnya, Mora.”
 “Tidak ! Kau terlalu nekat Zora.”
 “Kau pengecut !”
 “Aku hanya takut saja. Karena aku seekor kupu – kupu !”
 “Lihatlah aku, Mora. Aku akan terbang ke sana. Merayu kumbang itu.”
 “Pikirmu, siapakah dirimu ?”
 “Aku adalah … KUPU – KUPU !!! Teriakku.
 Ahh … silaunya matahari. Ibu selalu begitu, membuka jendela kamarku lebar – lebar. Aku menatap langsung ke arah cermin, astaga … di mana kedua sayapku yang cantik ? Pola – pola indah berwarna – warni di badanku hilang semua. Mungkin embun yang membasahinya hingga luntur di seprai.
“Mora ? Di mana Mora ?” Batinku.
Aku melangkahkan kaki ke arah jendela kamar yang menghadap ke taman bunga ibuku. Ada seekor kupu – kupu cantik yang terbang di sekitar bunga matahari yang tumbuh di tengah taman. Di dekatnya ada seekor kumbang yang berputar – putar.
“Zora … Ayoo mandi.” Suara ibuku terdengar dengan jelas dari dapur. Aku sangat membenci pagi. Dan aku lebih benci saat mandi pagi. Karena air yang dingin itu bisa melunturkan warna – warna cantik yang tergambar di badanku.
“Zoraaa … kau pengecut !”
“Aku mendengarnya Mora. Kau lihat saja nanti malam.” Geramku.
“Zoraaa … kau harus mandi sekarang. Atau kau terlambat !” Ibuku berteriak lagi.

Ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun