Apakah kau melihatnya ? Setumpuk kenangan yang kau biarkan teronggok di salah satu sudut hatimu ? Setelah sekian lama, debu -- debu kehampaan mulai mengepungnya dan nyaris memudarkan warnanya satu per satu. Kenangan masa kecilmu, saat kau menyadari bahwa kau terlahir tanpa mengenal wajah seorang ayah yang menantikan kehadiranmu di dunia ini.Â
Pun ketika beranjak remaja, gambaran kerasnya jalanan ibu kota yang terasa sangat dingin seperti malam -- malam di emperan toko tanpa alas tidur, Lalu hangatnya candu yang memulai malam -- malam mu saat merangkak meraih kedewasaan di umur yang terus bertambah.
Apakah kau mendengarnya ? Tembang -- tembang usang dan balada yang kau nyanyikan bersama kawan -- kawanmu yang entah dari mana, siapa, dan kapan mereka ada bersamamu ? Semua tembang dan balada itu selalu mengiringi langkah kakimu. Mengalir di setiap aliran darahmu dan menjadi satu bagian dengan tarikan nafasmu serta seirama dengan degup jantungmu yang kini terasa lelah.
Apakah kau merasakannya ? Sedikit demi sedikit, lumut menghijau di kepalamu yang botak. Memberangus akal dan menghancurkan budi baikmu. Membuatmu seakan tak pernah mengenal penciptaMu. Setelah semua kepalamu telah penuh oleh lumut, sepersekian detik berikutnya, barulah kau mulai memejamkan matamu di padang keabadian dengan rongga dada menganga seukuran peluru tim densus 88.Â
Aku hanya ingin memastikan saat tim lab forensic melakukan autopsi, apakah mereka juga bisa membantuku membersihkan lumut di kepalamu ? Karena selama ini hanya akulah yang peduli denganmu. Akulah ibu yang setiap malam bersujud untuk menyebut namamu.