Hal yang Aku Benci Saat Pagi
“Zora, aku harus pergi.”
“Tunggu !”
“Petualangan kita harus berakhir, Zora.”
“Sayapku masih mau terbang. Lihatlah ia cantik bukan ?”
“Zora, bunga – bunga itu sudah layu.”
“Kau hanya pesimis, Mora. Lihatlah bunga matahari di tengah taman.”
“Tidak, Zora. Ada seekor kumbang besar di sana. Pulanglah !”
“Aku ingin melihatnya, Mora.”
“Tidak ! Kau terlalu nekat Zora.”
“Kau pengecut !”
“Aku hanya takut saja. Karena aku seekor kupu – kupu !”
“Lihatlah aku, Mora. Aku akan terbang ke sana. Merayu kumbang itu.”
“Pikirmu, siapakah dirimu ?”
“Aku adalah … KUPU – KUPU !!! Teriakku.
Ahh … silaunya matahari. Ibu selalu begitu, membuka jendela kamarku lebar – lebar. Aku menatap langsung ke arah cermin, astaga … di mana kedua sayapku yang cantik ? Pola – pola indah berwarna – warni di badanku hilang semua. Mungkin embun yang membasahinya hingga luntur di seprai.
“Mora ? Di mana Mora ?” Batinku.
Aku melangkahkan kaki ke arah jendela kamar yang menghadap ke taman bunga ibuku. Ada seekor kupu – kupu cantik yang terbang di sekitar bunga matahari yang tumbuh di tengah taman. Di dekatnya ada seekor kumbang yang berputar – putar.
“Zora … Ayoo mandi.” Suara ibuku terdengar dengan jelas dari dapur. Aku sangat membenci pagi. Dan aku lebih benci saat mandi pagi. Karena air yang dingin itu bisa melunturkan warna – warna cantik yang tergambar di badanku.
“Zoraaa … kau pengecut !”
“Aku mendengarnya Mora. Kau lihat saja nanti malam.” Geramku.
“Zoraaa … kau harus mandi sekarang. Atau kau terlambat !” Ibuku berteriak lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H