Jadi selama 40 hari sejak Rabo Abu sampai hari ini, Sabtu Sepi, merupakan hari Pantang.
Misalnya, saya sengaja pantang  dengan tidak makan daging, pantang dengan tidak makan, makanan yang manis- manis, pantang tidak menonton televisi, pantang tidak naik mobil, pantang tidak main Gadged dan lain sebagainya.
Pantang dan puasa ini, merupakan suatu bentuk doa. Pantang dan puasa sebagai ungkapan  rasa syukur, sebagai tanda penyesalan dan silih atas kesalahan dan dosa dan berniat untuk bertobat dan memperbaiki diri.
Pantang di masa Pandemi
Pada masa pandemi, saya kira kitapun sudah banyak melakukan pantang. Â Pantang bertemu dengan orang tua kita. Di Jerman saat itu sangatlah berat.
Pantang menjenguk suami, istri, orang tua kita sendiri yang sedang sakit di rumah sakit, di rumah  jompo.
Masa awal pandemi amatlah berat. Banyak orang- orang yang kita cintai sakit, menderita dan meninggal dalam kesunyian. Tanpa sentuhan dan pelukan dari orang- orang terkasih. Saya kira saat itu di Tanah Airpun juga demikian.
Bersyukur, karena vaksin semua menjadi lebih baik. Bahkan bulan lalu suami sempat di rumah sakit dan saya, istrinya boleh menjenguk meski hanya 1 jam setiap hari.
Pantang tidak naik mobil atau sepeda motor
Kembali ke Pantang. Pada masa Paskah kali ini saya pantang untuk sedikit mungkin mengendarai mobil, selain pantang daging.
Yach... saat ini di mana harga bensin dan bahan bakar semakin naik dan tidak tahu apakah akan turun lagi.
Dengan pantang naik mobil, saya lebih fit karena banyak jalan kaki atau naik sepeda.