Mohon tunggu...
Theresia Iin Assenheimer
Theresia Iin Assenheimer Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dari dua putra

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Puasa yang Tak Kunjung Usai

15 Mei 2021   07:19 Diperbarui: 16 Mei 2021   00:54 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat berpijak terakhir Yesus saat naik ke Surga, sekarang ada di dalam mesjid di Yerusalem. (foto von Iin Assenheimer fb)

 Tidak ada penjualan ikan panggang atau ikan goreng di pinggir danau, tidak ada ayam bakar diperkumpulan pencinta unggas dan burung. Berkumpul dengan teman-teman dan handai taulan dilarang. 

Bersepeda dan berpiknik hanya dengan anggota keluarga tanpa bertemu dengan teman-teman dan handai taulan masih mungkin, tetapi harus membawa bekal masing-masing dengan jumlah yang dibatasi di luar anggota keluarga.

Hal-hal tersebut di atas, dimana tidak boleh bertemu dan bergembira dan makan minum bersama handai taulan, merupakan bentuk puasa dan pengekangan diri.

2. Bencana,  perang dan kesulitan karena pandemi.

Di satu sisi hari raya tetap hari raya penuh suka cita, tetapi mata dan hati tidak bisa tertutup oleh berita-berita yang tidak selalu menyenangkan di sekitar kita. Ada beberapa teman dan saudara yang harus kurze Arbeit atau bekerja tetapi jamnya dikurangi sehingga penghasilanpun lebih sedikit, bahkan kehilangan pekerjaan, misalnya mereka yang bekerja diperhotelan dan pariwisata dan masih banyak lagi.

Teman dan saudara yang sakit dan meninggal karena covid.

 Kesulitan ekonomi karena pandemi memaksa kita untuk berpantang dan berpusa untuk menyederhanakan keinginan-keinginan yang tidak terbatas lagi. Membuka hati terhadap kesulitan teman, saudara dan handai taulan yang terkena langsung dan mulai belajar berbagi.  

Bencana di tanah air misalnya di NTT beberapa waktu lalu dan yang paling baru peperangan di tanah suci Yerusalem. Pandemi sendiri telah memberatkan dan membatasi kebebasan kita masih ditambah lagi oleh hal-hal diatas. 

Bencana alam tidak mungkin dihindari, tetapi peperangan haruskah itu terjadi, saat ini?  Mengapa senjata harus bicara? Deplomasi tidak bisa lagi? 

Saya pribadi tidak mengerti, meskipun setumpuk alasan telah di jabarkan oleh para juranalis. Ah ..... biarlah itu bukan jangkauan pikiranku.

 Aku hanya mau memulai dari diri sendiri, dari keinginan hati yang jujur dan dalam. Bukankah masa pandemi telah mengajarkan untuk menyederhanakan keinginan. Keinginan yang tidak terbatas lagi yang harus selalu dipenuhi. Pandemi sendiri mengajarkan kejujuran dalam diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun