Dalam paket modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.3 tentang Pembelajaran Sosial dan Emosi, sebagai calon guru penggerak saya benar-benar dibekali dengan ilmu yang menyadarkan diri bahwa seorang guru juga adalah seorang coach.Â
Yang dalam hal ini harus mampu membantu peserta didik dan rekan sejawat untuk menggali potensi dirinya, supaya bisa lebih maksimal. Ketika mencoba merefleksi diri dalam tugas sebagai coach untuk dua tugas pembelajaran tersebut di atas, saya merasa bahwa saya punya peran yang sangat penting di sekolah. Ketika saya melakukan peran saya sebagai coach di sekolah dengan menggunakan metode berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi dengan baik dan benar, maka penggalian potensi anak didik dan rekan sejawat akan menjadi lebih maksimal. Â Â
Ketrampilan coaching sangat berkaitan erat dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Hal itu bisa dijelaskan bahwa seorang pemimpin pembelajaran mempunyai tugas untuk memaksimalkan potensi yang ada pada orang yang kita pimpin.Â
Dalam hal ini bisa disebut dengan murid atau rekan sejawat. Jika kita tidak punya ketrampilan coaching dan hanya sekedar memimbing, maka hasilnya pun tidak akan maksimal. Namun jika kita punya ketrampilan coaching yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip coaching dan dilakukan dengan alur TIRTA, maka dapat dipastikan bahwa kompetensi kita akan berkembang. Dan itu berdampak positif pada coachee yang kita coaching.
Dalam semboyan Ki Hajar Dewantara "Ing madya mangun karsa" Â bahwa seorang coach adalah orang yang sedang membimbing coachee untuk menggali potensi dirinya. Dan dengan coaching yang benar, maka kita akan menemukan permata-permata yang berharga dalam diri orang yang kita coaching.
Oleh : Theresia Christanti
CGP Angkatan 7
Kab. Gianyar - Bali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H