Kata "Sukses" ini, sering kali terlontar dari sebagian besar masyarakat sebagai jawaban umum jika pertanyaan bertema harapan karir, cita-cita ataupun masa depan. Dengan kesuksesan yang diperoleh seseorang, ia akan mendapatkan label terbaik di kehidupan bermasyarakatnya. Banyak orang berpendapat jika kebahagian dapat dirasakan jika kesuksesan telah diraihnya, padahal kebahagian dapat selalu dirasakan jika kita tahu mengucap syukur atas kehidupan yang telah dimiliki. Kesuksesan memerlukan kerja keras dalam meraihnya tak semudah membalikan telapak tangan selalu ada proses, pengorbanan dan air mata, sering kali kita harus berteman dengan kegagalan dan rasa putus asa yang membuat kita tergoda dan takut untuk melanjutkan kembali. Semua itu adalah hal yang wajar dan alamiah yang harus dilewati seorang anak manusia jika ia ingin kesuksesan dalam genggamannya.Â
Begitu juga dengan kisah saya dalam mencari sebuah jalan kesuksesan yang pada akhirnya berbuah sukacita. Kisahnya dimulai saat saya kehilangan seorang ibu untuk selama-lamanya, waktu itu umur saya masih sangat muda dan emosi sangat labil kesedihan terlalu dalam saya rasakan sehingga timbul keinginan untuk bunuh diri karena tidak bisa menerima kenyataan yang pahit itu. Saya merasa Tuhan sangat jahat kepada saya mengambil ibu sehingga tak bisa bertemu untuk selama - lamanya, dunia terasa sepi dan hampa. Saya lupa cara untuk tersenyum selama satu tahun kepergian beliau. Tak lama berselang, saya terima surat kelulusan dari sekolah yang berarti jenjang perguruan menanti. saya lihat teman - teman begitu antusias menerima kelulusan tetapi saya tidak, karena sekarang saya harus mengambil keputusan sendiri dimanakah perguruan tinggi dan jurusan yang cocok bagi saya tak ada lagi sosok yang bijaksana yang selalu memberikan saran dan nasehatnya yang sebagian besar sangatlah benar dan baik untuk saya.
Akhirnya, ku putuskan untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri yang memungkinkan saya harus kos dan menyiapkan semuanya secara mandiri. Saat itu saya merasa belum mampu dan berat menjalani ini semua, hanya bisa menerima dan menjalani semuanya dengan ikhlas. Aktivitas perkulihan yang padat dan teman - teman yang asyik membuat saya melupakan sejenak kesedihan ini di semester pertama, tetapi tidak di semester yang kedua karena di sana lah saya mengalami diskriminasi dari salah satu dosen yang tidak menyukai saya karena CINA, setiap tugas yang saya kerjakan selalu dikembalikan, setiap mata kuliah berlangsung dosen tersebut selalu menyudutkan saya dihadapan teman - teman yang lain dengan kata - kata cina, cina dan cina sehingga kesabaran saya diuji sekali saat itu. Semakin lama perlakuan diskriminasi semakin membuat saya tidak nyaman kuliah di sana lagi apalagi dia adalah dosen mata kuliah utama bisa dibayangkan saya harus bertemu dengan dia hingga semester terakhir. Berbagai cara sudah saya tempuh dari berkonsultasi ke kepala jurusan hingga ke rektor tetapi tak ada hasil dan perilakunya semakin lama semakin bengis, dari sana saya putuskan untuk mengakhiri perkuliahan di sini karena sungguh saya tidak kuat lagi. Dengan keputusan ini, membuat saya kehilangan gelar sarjana yang merupakan keinginan ibu saya di nafas terakhirnya kepada ayah saya. Sampai saat ini saya merasakan kekecewaan yang sangat dalam karena tidak bisa mewujudkan keinginan almarhum ibu.
Setelah saya tidak kuliah, kegiatan saya adalah menangis, menangis dan menangis kehilangan harapan dan merasa takdir dan nasib baik tidak berpihak pada saya. Kehidupan saya selalu dipenuhi dengan kesedihan, kegagalan yang tak bisa saya tolak kehadirannya. Saat hati yang hancur itulah saya bertemu dengan nenek saya yang sangat bijaksana, ia memberikan nasehat bijaknya yang menumbuhkan semangat dan pengharapan saya kembali di dalam Tuhan. Sejak saat itu, dalam masa sulit itu saya isi dengan doa kepada Tuhan memohon petunjuk - Nya bagi kehidupan selanjutnya. Saya sadar harus tetap bangkit untuk berjuang menjalani kehidupan yang berat ini meskipun dengan tertatih. Waktu itu saya berusaha melamar pekerjaan akan tetapi semuanya tidak membuahkan hasil yang baik sesuai keinginan karena sebagian besar syaratnya adalah harus memiliki gelar sarjana. Dari sana tidak patah semangat saya berjualan pulsa elektrik ke saudara, teman, tetangga, dan orang - orang sekitar yang membuahkan hasil baik meskipun dengan keuntungan yang tidak terlalu besar dari modal awal Rp 50 ribu. Saya terus berusaha mencari sesuatu yang bisa dikerjakan dan akhirnya bisa dijadikan sebagai bisnis tetap saya agar saya bisa menghasilkan uang sendiri tanpa harus lagi meminta kepada ayah karena saya tahu bahwa ayah mengalami kerugian yang besar akibat kuliah saya yang berantakan. Suatu hari, Tante dari Jakarta mengunjungi saya dan ayah dia memberikan sebuah tawaran yang menurut saya menguntungkan dan mungkin inilah jawaban dari Tuhan untuk kehidupan masa depan saya. Saya menawarkan barang dagangan dia dan diberikan keuntungan 15 persen dari barang yang laku di jual, dari sanalah ku sadari jalan rejeki ku mulai nyata terlihat sehingga saya dapat memenuhi kebutuhan dan mendapatkan modal dari hasil kerja keras saya untuk berdagang secara online dan berjalan dengan baik hingga hari ini. Puji Tuhan.
Bermimpi lah Tanpa Batas, karena Tuhan akan selalu memeluk mimpimu dalam pelukan kesuksesan - Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H